REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengakui sulitnya menerapkan tes ketat mencakup sisi psikologis terhadap para calon guru di tiap sekolah. Padahal tes tersebut diharapkan menghindarkan calon guru pedofil mengajar di sekolah.
Komisioner KPAI Bidang Pendidikan, Retno Listyarti mengatakan tes terhadap calon guru biasanya hanya bersifat akademik. Sehingga sulit menerapkan tes psikologis. Apalagi belum tentu sekolah mempunyai biayanya.
"Ini sulit karena guru dites kemampuan otak dan mengajarnya. Jarang bicara kepribadian. Beberapa pedofil bisa saja lolos," katanya dalam konferensi pers di kantor KPAI, Kamis (27/12).
Menurutnya, ada dua target yang biasa disasar pedofil, yaitu bangsal anak di rumah sakit dan sekolah. Ia meyakini perlu ada upaya besar dari sekolah guna mengantisipasi masuknya pedofil ke lingkungan sekolah.
"Kalau tes ya perlu dana luar biasa. Sementara arus guru keluar masuk tinggi. Harusnya ada tesnya, minimal sekolah tidak abai," ujarnya.
Selain itu, ia menyarankan sekolah memasang kamera pengawas di dalam kelas. Tujuannya guna menghindari aksi pelecehan dan kekerasan seksual. Ia mencontohkan dalam satu kasus, pelaku bahkan sampai mengunci ruang kelas agar bisa mencabuli muridnya.
"Pasang CCTV juga lindungi anak di ruang kelas kelasnya, biar terpantau," ujarnya.
Di sisi lain, ia menyebut pencegahan pedofil merupakan tanggungjawab bersama. Ia merasa orang tua murid dan masyarakat perlu meningkatkan kepekaannya terhadap tindakan guru. Segala aktivitas guru yang mencurigakan pada murid, kata dia mesti dilaporkan
"Kasus di Depok dia (guru) ngajar anak kelasnya dipisah cewek-cowok. Dia lebih sering di kelas cowok. Atau ada guru ngajak murid ke rumah. Harusnya dari sini waspada jangan main percaya saja," sebutnya.