REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Pemprov Jabar) resmi mengeluarkan Surat Keputusan (SK) siaga darurat banjir dan longsor di Jabar. Menurut Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jabar Dicky Saromi, penetapan tersebut tertuang pada SK Gubernur Jawa Barat No 363/kep.1211-BPBD/2018 yang diberlakukan mulai 1 November 2018 hingga 31 Mei 2019.
"Seiring terbitnya SK ini kami memberikan tiga mandat," ujar Dicky pada acara Jabar Punya Informasi (Japri), di Gedung Sate, Kota Bandung, Rabu (14/11).
Perintah pertama, kata dia, BPBD harus menyiapkan langkah dalam pengurangan bencana. Kedua melakukan pengarahan dari sisi SDM personel, kemudian logistik peralatan dalam kesiapsiagaannya.
Amanat yang ketiga, kata dia, pihaknya harus terus melakukan proses mitigasi bencana juga untuk terus mengimbau masyarakat melakukan hal yang sama dalam pengurangan resikonya. "Jadi tiga itu yang menjadi amanat dari SK Ridwan Kamil," katanya.
Dengan keluarnya SK ini, Dicky berharap, masyarakat bisa turut serta dalam melakukan pengurangan resiko bencana. Baik itu pada daerah yang rawan longsor maupun banjir. Apalagi, ada anomali cuaca yang tidak wajar dalam kondisi cuaca.
"Kami berharap mungkin pada segi wilayahnya untuk segera mengevakuasi secara dini," katanya.
Dicky mengatakan, ada beberapa faktor penyebab terjadinya bencana. Pertama Mayoritas Luas Hutan per Daerah Aliran Sungai (DAS) masih di bawah kondisi ideal atau kurang dari 30 persen. Juga curah hujan yang tinggi, sementara pemanfaatan air masih minim.
"Potensi curah hujan yang tinggi yang 48 milyar kubik harus kita tingkatkan menjadi 50 atau 70 persennya dimanfaatkan untuk pertanian untuk sumber air baku," katanya
Dicky menilai, hampir sebagian besar air tersebut terbuang ke laut atau menjadi run off. Namun, kalau saja drainasenya tidak baik maka akan menjadi masalah.
"Saya juga berharal tata bangunan, tata ruang harus ketat jangan sampai setiap tahun eskalasinya makin tinggi," katanya.