Rabu 07 Nov 2018 15:58 WIB

Aku Masih Ingin di Sini … Aku Masih Ingin di Sini

Tenanglah di surga. Aku berjanji akan membesarkan anak-anak sesuai keinginanmu.

Warga korban pesawat Lion Air JT-610 yang jatuh menaburkan bunga sekaligus doa bersama di KRI Banjarmasin 592 di Perairan Karawang, Jawa Barat, Selasa (6/11).
Foto: Republika/Mahmud Muhyidin
Warga korban pesawat Lion Air JT-610 yang jatuh menaburkan bunga sekaligus doa bersama di KRI Banjarmasin 592 di Perairan Karawang, Jawa Barat, Selasa (6/11).

REPUBLIKA.CO.ID,

Oleh Ronggo Astungkoro

JAKARTA -- Kelopak-kelopak bunga berwarna-warni beterbangan di atas perairan Karawang, Laut Jawa, Jawa Barat, Selasa (6/11), sekitar pukul 11.30 WIB. Sebagian kelopak mengapung di atas birunya air laut.

Kapal Perang Republik Indonesia (KRI) Banda Aceh-593 dan KRI Banjarmasin-592, kapal yang menjadi asal bunga-bunga tersebut, berlayar mengitari lokasi jatuhnya pesawat Lion Air JT610 dengan registrasi PK-LQP tersebut. Suara isak tangis terdengar dari dek helikopter KRI Banjar masin-592.

Suara lantang dari doa yang dipanjatkan untuk para korban oleh orang terdekatnya pun terdengar. Suara-suara itu beradu dengan suara air laut yang mengalir terkena baling-baling mesin kapal.

"Aku masih ingin di sini. Aku masih ingin di sini," kata salah satu keluarga korban kecelakaan pesawat Lion Air JT610 sambil menangis di buritan KRI Banjarmasin-592.

Didampingi relawan Palang Merah Indonesia (PMI), dia tidak kuasa menahan tangis di lokasi pesawat jatuh. "Pasti ditemukan, hanya masalah waktu saja," kata seorang laki-laki kepada seorang perempuan yang menangis itu, berupaya menenangkan.

Mereka berjalan berpelukan menuju buritan kapal untuk mendoakan keluarga yang menjadi korban kecelakaan pesawat Lion Air JT610. Beberapa bahkan tidak kuasa menahan kesedihan hingga tidak sadarkan diri. Beberapa terlihat tabah dan saling menguatkan. Beberapa memilih menaburkan bunga di laut dalam diam, dengan tatapan mata menerawang ke arah laut lepas.

"Tenanglah bersama Tuhan di surga. Aku berjanji akan membesarkan anak-anak sesuai keinginanmu," ujar Dewi dengan suara keras disertai tangisan di sisi belakang kapal. Wanita yang kehilangan suaminya itu ditenangkan oleh keluarga dan seorang petugas dari Palang Merah Indonesia (PMI), Sisun (21).

Nurwito (52), warga Demak, Jawa Tengah, berada di sisi kiri dek helikopter kapal. Pandanga nya lurus menatap garis laut. Tak lama kemudian, pria yang keponakannya menjadi salah satu pramugari latihan di pesawat tersebut, yakni Putty Fatikhah Rani, menundukkan kepalanya. Suara azan Zhuhur terdengar setelahnya.

"Kita mau tidak mau menerima apa adanya. Yang ditinggalkan, bapak-ibunya, masih belum kuat. Makanya kita (saya) sebagai omnya harus ikut ke sini (untuk mendoakan)," kata dia seusai melakukan doa bersama dan tabur bunga.

Keluarga korban lainnya, Neuis Marfuah (47), mengaku tidak begitu setuju dengan tabur bunga. Ia merasa heran karena sebelumnya ia sempat mendengar acara tabur bunga tidak jadi dilakukan, tetapi kenyataannya tetap dilakukan. Ibu dari korban bernama Vivian Hasna Afifa itu berada di kapal tersebut karena ingin mendoakan anaknya.

"Tidak terima mungkin tidak terima, tapi kita upayakan untuk ikhlas melepaskannya. Allah lebih sayang kepada dia daripada Ibu. Walaupun Ibu bagaimana pun sayangnya, tetap Allah yang punya dan berdoa selalu dia jadi sakinah diampuni dosa-dosa nya," tutur ibu yang sangat membanggakan anaknya itu dengan terbata-bata.

Neuis juga mengharapkan adanya kejelasan soal boleh atau tidaknya pihak keluarga melihat barang-barang apa saja yang telah ditemukan oleh tim SAR gabungan di laut. Warga Bandung, Jawa Barat, itu telah be berapa kali datang ke Tanjung Priok dan lokasi lainnya untuk mengecek tetapi tidak menda patkan jawaban pasti.

Mereka merupakan beberapa di antara keluarga para korban yang mengikuti prosesi doa bersama dan tabur bunga. Pada prosesi tersebut, setidaknya ada empat orang yang jatuh pingsan.

Salah satu di antaranya merupakan seorang pramugari. Tak sedikit dari mereka yang menangis saat keluar melihat langsung lokasi jatuhnya pesawat tersebut. Tangisan memang sudah terlihat sejak awal ke berangkatan kedua KRI tersebut. Bertambah lagi saat doa bersama dilakukan oleh lima orang pemuka agama.

Bersambung ke halaman berikutnya..

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement