REPUBLIKA.CO.ID, REPUBLIKA -- Bencana gempa, tsunami, dan likuefaksi yang terjadi di Kota Palu, Sulawesi Tengah, memunculkan wacana peninjauan ulang kota tersebut sebagai ibu kota. Karena, sejumlah pihak menyebut bahwa potensi bencana di sana masih besar.
Peneliti Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Muzli mengusulkan agar ibu kota Sulawesi Tengah dipindah dari Palu. Alasannya daerah tersebut rawan gempa.
"Kalau melihat Palu, wilayahnya sangat riskan. Kalau bisa dipindah, karena di samping garis patahan, juga endapan sedimen atau batuan lunak yang tebal," ujar Muzli yang saat ini menjadi peneliti tamu di Earth Observatory of Singapore seperti dikutip Antara di Jakarta, Selasa (9/10).
Muzli menjelaskan Palu berada di garis sesar Palu Koro. Garis sesar Palu Koro merupakan patahan aktif yang memanjang sekitar 500 kilometer mulai dari Selat Makassar sampai Pantai Utara Teluk Bone.Selain itu, wilayah Palu yang merupakan area batuan lunak juga bisa dilihat secara kasat mata melalui Google Map, bisa diketahui tebalnya endapan sedimen.
"Warnanya putih kalau dilihat dari Google Map, itu juga menunjukkan topografinya rendah," ujarnya.
Bahayanya, kata Muzli, jika endapan sedimen tebal maka akan mengakibatkan terjadinya likuifaksi atau pencairan tanah. "Likuefaksi terjadi karena Palu merupakan daerah batuan lunak atau sedimen. Jadi ketika gempa terjadi, menyebabkan permukaan tanah retak dan menyebabkan air permukaan bercampur dengan endapan sedimen, yang kemudian menjadi lumpur," tuturnya.
Tak hanya itu, menurutnya, endapan sedimen mudah sekali bercampur dengan air, dan tanah di bagian bawah yang keras menjadi landasan tergelincirnya sedimen yang bercampur air. Ditambah lagi gaya gravitasi maka menyebabkan tanah seakan bergerak.
Sejarah catatan gempa-tsunami di Teluk Palu