REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mengungkapkan, Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya telah menandatangi Memorandum of Understanding (MoU) dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN) beberapa hari lalu. Kerja sama ini, kata dia, dilakukan dengan tujuan menyamakan peta pertanahan di Kota Surabaya.
"Sehingga, ke depannya, segala urusan terkait pertanahan di Surabaya menggunakan peta tunggal, dan diharapkan mampu meminimalisasi permasalahan," kata Risma di Surabaya, Selasa (9/10).
Risma mengaku, setahun terakhir, peta tunggal tersebut sebenarnya telah digunakan Pemkot Surabaya untuk keperluan perizinan, di Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Karya dan Tata Ruang (DPRKP-CKTR). Namun, masih ditemukan beberapa titik koordinat tanah yang tidak sesuai dengan pihak BPN. Akibatnya, rawan muncul adanya polemik dan klaim lahan.
“Kita sekarang petanya satu. Jadi semua pakai peta yang sama. Jadi BPN pakai peta yang sama. Sebetulnya itu tujuannya untuk menyamakan koordinat,” ujar Risma.
Risma menyampaikan, fungsi peta dalam sebuah perencanaan pembangunan merupakan hal yang vital. Diantaranya sebagai dasar pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), pengukuran persil, pendirian IMB, dan berbagai perijinan di DPRKP-CKTR.
“Sekarang kita kalau satu persil itu sudah ada titik koordinatnya, jadi itu penggunaan peta tunggal akan memperkecil peluang kesalahan ukuran, terus letak tempatnya,” ujar wali kota perempuan pertama di Kota Pahlawan tersebut.
Risma mengatakan, dahulu juga beberapa pihak tertentu dengan mudah mengklaim kepemilikan lahan. Hal itu disebabkan karena adanya perbedaan titik koordinat antara peta tanah milik BPN dan Pemkot Surabaya. Iti pula lah yang menjadi alasan Pemkot Surabaya dan BPN menggunakan peta tunggal.
“Dulu orang gampang mengklaim kepemilikan tanah. Namun sekarang, mereka tidak bisa melakukan hal itu. Karena koordinat-koordinat lahan itu sudah terdata di kita,” kata Risma.
Bahkan, lqnjut Risma, ke depannya, penggunaan peta tunggal akan menjadi dasar acuan penyelamatan aset pemkot. Risma mengaku hingga saat ini, masih ada aset Pemkot Surabaya yang bersengketa. Meakipun, banyak juga yang telah diselesaikan.
Perempuan kelahiran Kediri itu pun optimistis, dengan penggunaan peta tunggal tersebut, akan semakin mendukung progres penyelamatan aset Pemkot Surabaya. Meskipun, kata Risma, penyelamatan aset Pemkot Surabaya menunjukkan hal yang signifikan, bahkan, beberapa di antaranya sudah tersertifikasi.
“Dulu awal saya menjabat masih 4 persen yang tersertifikasi. Namun saat ini sudah mencapai 60 persen,” kata Risma.