Selasa 02 Oct 2018 15:40 WIB

Psikiater: Kepanikan Masyarakat Palu Reaksi Normal

Eka mengatakan kebutuhan dasar masyarakat korban gempa di Palu harus dipenuhi.

Warga korban gempa dan tsunami memadati Bandara Mutiara Sis Al Jufri untuk mengungsi ke provinsi lain di Palu, Sulawesi Tengah, Senin (1/10).
Foto: Antara/Irwansyah Putra
Warga korban gempa dan tsunami memadati Bandara Mutiara Sis Al Jufri untuk mengungsi ke provinsi lain di Palu, Sulawesi Tengah, Senin (1/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Persatuan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) dr. Eka Viora, Sp.KH mengatakan, kepanikan masyarakat yang terjadi di Palu pascabencana merupakan reaksi normal dari situasi abnormal. Eka mengatakan kebutuhan dasar masyarakat korban gempa di Palu harus segera dipenuhi.

"Orang marah, orang menjarah itu reaksi," kata Eka di kantor Kementerian Kesehatan Jakarta, Selasa (2/10).

Eka menjabarkan model lima tahapan kedukaan yang diperkenalkan oleh psikiater asal Swiss Elisabeth Kubler-Ross, bahwa kemarahan yang diluapkan oleh masyarakat di Palu sehingga terjadi kekacauan merupakan proses dari tahapan kedukaan.

Tahapan pertama seseorang yang mengalami kedukaan ialah penyangkalan, di mana seseoang menyangkal dan tidak menerima apa yang terjadi pada dirinya. Setelah itu fase kedua adalah kemarahan, fase inilah yang sekarang terjadi pada masyarakat Palu sehingga menyebabkan kepanikan serta kekacauan.

"Pasti mereka akan marah tidak terima, keluarga hilang dan sebagainya berdampak pada perilaku yang macam-macam. Situasi yang sekarang masyarakat sedang marah karena situasi bencana, apalagi BBM susah, listrik belum hidup, makanan terbatas," kata Eka.

Fase ketiga ialah menawar, di mana saat seseorang mulai tenang dan kemarahan yang mereda apabila bantuan sudah mulai datang. Di saat itulah seseorang mulai menawar hal-hal logis dalam pikirannya.

Setelah itu beralih pada tahap depresi yaitu seseorang mulai sering sedih karena merasa kehilangan keluarga atau kehilangan harta. Kemudian berakhir pada tahap penerimaan yakni saat seseorang telah legawa terhadap bencana yang melanda.

"Sekarang pada fase banyak orang marah. Ini merupakan tahapan yang harus dilalui orang dan itu masih wajar," kata dia.

Namun Eka mempertanyakan apakah benar bahwa yang melakukan penjarahan adalah orang asli Palu yang sedang berduka atau orang yang datang untuk mengambil kesempatan.

"Misalnya ada penjarahan dan sebagainya kita ngga tahu apa benar orang yang berkabung ini, atau ada orang yang menyusup," kata Eka mempertanyakan.

Oleh karena itu dia menyatakan bantuan harus segera diberikan mulai dari dukungan sosial, intervensi medis, dan juga harus sejalan dengan layanan psikososial. Psikolog sekaligus Ketua Ikatan Psikolog Klinis Indonesia DR. Indria Laksmi Gamayanti,M.Si. mengatakan bantuan medis dan kebutuhan dasar para korban dan masyarakat terdampak harus segera.

"Pada situasi darurat sperti ini, bantuan medis dan pemenuhan dasar jadi hal utama yang dibutuhkan korban," jelas Gamayanti.

Menurut dia layanan psikososial dan stabilisasi emosi juga menjadi penting untuk membuat kondisi emosi masyarakat menjadi normal. Namun yang utama harus didahulukan adalah kebutuhan dasar.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement