Kamis 13 Sep 2018 21:54 WIB

Uji Materi PKPU Caleg Mungkin Diputus Sebelum 20 September

Jubir MA mengatakan ada potensi uji materi PKPU Caleg diputus sebelum 20 September.

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Bayu Hermawan
Gedung Mahkamah Agung
Foto: M.Syakir/dok.Republika
Gedung Mahkamah Agung

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru bicara Mahkamah Agung (MA) Suhadi mengatakan, ada potensi uji materi tentang aturan larangan mantan narapidana kasus korupsi menjadi caleg diputus sebelum 20 September 2018. Saat ini, majelis hakim MA sedang meneliti berkas perkara uji materi itu.

"Bisa saja (sebelum 20 September). Kita doakan saja. Sebab hal ini menjadi otoritas majelis hakim. Kita tunggu saja, sebab kita tidak bisa menebak-nebak," jelas Suhadi ketika dihubungi Republika.co.id, Kamis (13/9).

Suhadi lantas melanjutkan, pembentukan majelis hakim ini merupakan perkembangan dari proses uji materi terhadap larangan mantan narapidana kasus korupsi menjadi caleg. Majelis hakim saat ini sedang meneliti perkara uji materi atas larangan yang ada pada PKPU Nomor 20 Tahun 2018 dan PKPU Nomor 26 Tahun 2018.

Adanya majelis hakim tersebut berdasarkan kepada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 93 Tahun 2017. Putusan itu menerjemahkan kata 'dihentikan' yang ada dalam pasal 55 UU MK.

"Pasal 55 UU MK mengatakan uji materi di MA wajib dihentikan jika masih ada perkara uji materi di MK. Namun, berdasarkan putusan MK nomor 93 tersebut menyebutkan bahwa kata 'dihentikan' bertentangan dengan UUD 1945. Dengan demikian, MA membentuk majelis untuk memeriksa perkara uji materi PKPU tersebut," jelas Suhadi.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto menilai hanya MA yang dapat menyelesaikan konflik antara KPU dan Bawaslu terkait mantan narapidana korupsi menjadi caleg. Karenanya, ia mendesak agar MA segera membuat putusan terhadap gugatan Peraturan KPU Nomor 20 Tahun 2018.

"Ketemu bahwa yang bisa mengatasi itu yang menyelesaikan dari pendekatan hukum adalah MA, kita mendesak MA agar segera membuat putusan," ujar Wiranto di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (5/9).

Menurut Wiranto, hanya MA yang berhak menilai dan menganalisis PKPU apakah sudah sesuai dengan Undang undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Sebab, kedua lembaga penyelengara Pemilu yakni KPU dan Bawaslu memiliki pandangan berbeda terhadap aturan dalam PKPU yakni terkait larangan mantan narapidana korupsi menjadi caleg.

Meskipun, Wiranto mengakui MA juga terbentur putusan MK terkait gugatan UU Pemilu. MA tak ingin memutus aturan turunan, dalam hal ini PKPU, berbeda dari aturan di atasnya. Karenanya, MA menunda proses sidang uji materi PKPU Nomor 20 /2018 ini sampai ada putusan MK terhadap UU Pemilu.

"Walaupun MA juga mengatakan bahwa tidak bisa keputusan harus menunggu keputusan di MK, tetapi kalau kemarin kita bicarakan juga bahwa karena materi gugatannya beda, beda ya, pasal-pasalnya beda, maka sebenernya MA bisa melanjutkan," ujar Wiranto.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement