REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Satuan Reserse Polres Metro Jakarta Utara meringkus penyanyi Fariz RM di kediamannya, terkait kasus penggunaan narkoba. Kepada petugas, Fariz RM mengaku menggunakan narkoba jenis sabu untuk meningkatkan daya tahan tubuh."
"Setelah kami tanyakan motifnya apa, ternyata motifnya ia mengatakan karena sudah tua, sehingga saat banyak job, butuh untuk daya tahan tubuh," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono di Mapolres Metro Jakarta Utara, Ahad (26/8).
Kasus penyalahgunaan narkoba yang melibatkan pelantun tembang 'Barcelona' itu, saat ini merupakan yang ketiga kalinya setelah 2007 dan 2015. Pada dua kasus sebelumnya, Faris RM diringkus polisi atas kepemilikan heroin, sabu-sabu, dan ganja. Penyanyi Fariz Roestam Moenaf atau Fariz RM agaknya sulit melepaskan diri dari jeratan sabu sejak penangkapannya yang kedua tiga tahun lalu. Setidaknya Fariz membeli sabu dua kali setiap pekannya.
"Tersangka FRM (Fariz RM) saat ini hampir dua tahun mengonsumsi narkoba. Seminggu dua kali lakukan transaksi," ujar Argo.
Argo mengungkapkan, bahwa rumah pribadi Fariz RM di kawasan Tangerang Selatan, salah satu studio musik di Jakarta, serta pusat perbelanjaan Gandaria City, merupakan lokasi yang kerap menjadi tempat pertemuan pelantun lagu 'Sakura' itu dengan pengedar narkoba bernama Anton Hamidi.
"Harga sabu-sabunya sampai lebih dari satu juta rupiah," ungkap Argo.
Argo menjelaskan penangkapan Fariz RM di rumahnya, Jumat (24/8) pukul 09.45 WIB, berawal dari pengakuan pengedar narkoba bernama Anton Hamidi yang sebelumnya telah diamankan polisi di kawasan Koja, Jakarta Utara.
"AH itu bilang kepada polisi, dia punya pelanggan di Tangerang Selatan. Dari informasi itu polisi kembangkan dan diketahui pembelinya adalah FRM yang merupakan figur publik," jelasnya.
Polisi menemukan barang bukti berupa dua klip sabu-sabu dan alat pengisapnya saat mengamankan pemusik yang lagu-lagunya sempat hits di awal 1980-an tersebut. Fariz RM terancam dikenai Pasal 112 Ayat (1) subsider Pasal 127 Ayat (1) Huruf a UU RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dengan ancaman hukuman minimal 4 tahun dan maksimal 12 tahun, serta Pasal 62 UU Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika dengan ancaman hukuman maksimal lima tahun penjara.