Jumat 20 Jul 2018 06:26 WIB

Kejakgung Sudah tidak Buru Riza Chalid dalam Kasus Freeport

Nama pengusaha Riza Chalid pernah disebut dalam rekaman kasus 'Papa Minta Saham'.

Jaksa Agung HM Prasetyo memberikan keterangan pers di Kejaksaan Agung RI, Jakarta, Kamis (12/7).
Foto: Republika/Arif Satrio Nugroho
Jaksa Agung HM Prasetyo memberikan keterangan pers di Kejaksaan Agung RI, Jakarta, Kamis (12/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kejaksaan Agung menyatakan, sudah tidak memburu lagi pengusaha M Riza Chalid terkait rekaman Freeport Indonesia. Alasannya, penyelidikan kasus itu tidak dilanjutkan.

"Bagi kita secara hukum, kasus yang berkaitan dengan Freeport yang kamu sebutkan itu (rekaman yang dikenal dengan Papa Minta Saham), sudah selesai," kata Jaksa Agung HM Prasetyo seusai menghadiri kegiatan Pernikahan Massal dalam rangka menyambut HUT Ke-58 Adhyaksa di Jakarta, Kamis (19/7).

Saat ditanya soal Riza Chalid yang menghadiri acara Akademi Bela Negara Partai Nasdem, ia menegaskan, soal itu adalah urusannya. "Silakan urusan dia, kok nanya ke saya, saya sendiri juga hadir di situ," katanya menegaskan.

Baca juga, Freeport Rugikan Negara Rp 185 Triliun

Seperti diketahui pada awal Januari 2016, Kejakgung mengaku kesulitan untuk menghadirkan Riza Chalid untuk dimintai keterangan terkait rekaman Papa Minta Saham yang berujung dengan mundurnya Setya Novanto dari jabatan Ketua DPR RI. Saat itu, kejaksaan sudah meminta keterangan Menteri ESDM Sudirman Said, Sekjen DPR, dan Presdir PT Freeport Indonesia, Maroef Sjamsuddin. Bahkan, rekaman tersebut sudah ada di tangan kejaksaan.

Prasetyo menjelaskan, tidak semua perkara itu berkonotasi ke persidangan. "Tergantung pada fakta dan bukti yang ada, kalian tahu persis perjalanan kasus itu. Ada gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai hasil rekaman yang dinyatakan bukan barang bukti. Kamu tahu nggak itu? Tahu tidak tuh?" katanya.

Ia menambahkan, putusan MK itu menjadi kendala. "Jadi, bukti-bukti yang tadinya kita anggap sebagai bisa melengkapi penanganan perkara ini, ternyata oleh MK dinyatakan tidak sah sebagai barang bukti itu, dan sekarang prosesnya sudah selesai," tuturnya.

Dalam putusan MK terkait uji materi UU ITE menyebutkan bahwa penyadapan adalah kegiatan yang dilarang karena melanggar hak konstitusional warga negara, khususnya hak privasi untuk berkomunikasi sebagaimana dijamin oleh Pasal 28F UUD 1945. Begitu pula dalam konteks penegakan hukum, Mahkamah berpendapat bahwa kewenangan penyadapan juga seharusnya sangat dibatasi.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement