Kamis 12 Jul 2018 14:15 WIB

Ombudsman Usut Keluarnya Tahanan Korupsi tanpa Penjagaan

Pemberian izin hanya diberikan oleh petugas jaga rutan tanpa melalui prosedur resmi.

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Esthi Maharani
Ombudsman
Foto: Tahta Aidila/Republika
Ombudsman

REPUBLIKA.CO.ID, PADANG - Ombudsman RI Perwakilan Sumatra Barat akan mendalami insiden keluarnya seorang tahanan korupsi dari Rutan Anai Aia Padang tanpa pengawalan petugas. Kepala Perwakilan Ombudsman Sumbar, Adel Wahidi, menyebutkan bahwa pendalaman yang akan dilakukan berkaitan dengan proses pemberian izin berobat kepada Yusafni, mantan pejabat di Dinas Prasarana Jalan, Tata Ruang, dan Permukiman Sumbar yang terbukti bersalah dalam kasus Surat Pertanggungjawaban (SPJ) fiktif senilai Rp 62,5 miliar.

Berdasarkan pemeriksaan internal oleh Kanwil Kemenkumham Sumbar, pemberian izin hanya diberikan oleh petugas jaga rutan tanpa melalui prosedur resmi. Bahkan Kepala Rutan Anak Aia dan Kakanwil Kemenkumham Sumbar mengaku tidak mendapat permohonan izin terkait pengobatan Yusafni. Tahanan tersebut tertangkap kamera sedang berada di Padang Panjang, Sumbar akhir pekan lalu.

Adel menjelaskan, tahanan sebetulnya bukan tidak diperkenankan keluar rutan. Ia justru memandang diberikannya izin terhadap tahanan untuk keluar rutan, sesuai prosedur merupakan bentuk pelayanan publik terhadap warga binaan.

Ombudsman merinci, bentuk izin yang diberikan kepada tahanan bisa berupa cuti mengunjungi keluarga dan layananan berobat, termasuk layanan kesehatan darurat yang memerlukan tahanan keluar dari rutan demi mendapat layanan kesehatan seperti IGD Rumah Sakit Umum. Tak hanya itu, untuk alasan luar biasa seperti ada keluarga tahanan yang sakit keras, menikahkan anak, atau membagi warisan pun seorang tahanan dimungkinkan keluar rutan. Tentu seluruh izin diberikan melalui serangkaian prosedur.

"Ada Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri, ada SOP di rutan atau lapas yang mengikat. Makanya meski sudah ada penjelasan dari pejabat rutan, tetap diperlukan pengujian prosedur pemberian izin," ujar Adel, Rabu (11/7).

Adel memandang bahwa keluarnya Yusafni dari rutan bukanlah perkara sederhana. Apalagi kasus yang membelitnya di meja hijau berkaitan dengan korupsi senilai Rp 62,5 miliar dengan vonis sembilan tahun penjara. Menurutnya, pengujian prosedur pemberian izin tidak cukup hanya dilakukan oleh Kanwil Kemenkumham Sumbar. Namun, lanjutnya, Menteri Hukum dan HAM sendiri melalui Inspektorat Jendral juga harus memberikan perhatian.

“Tidak boleh ada keraguan publik terhadap proses izin tahanan keluar rutan, jangan sampai ada anggapan ada warga binaan yang mendapat privilege, hak istimewa untuk keluar masuk rutan atau lapas," katanya.

Sebelumnya, Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham Provinsi Sumatra Barat, Dwi Prasetyo, mengakui ada kelalaian yang dilakukan jajarannya sehingga membiarkan seorang tahanan korupsi keluar tanpa pengawalan. Yusafni, mantan pejabat di Dinas Prasarana Jalan, Tata Ruang, dan Permukiman Sumbar yang terbukti bersalah dalam kasus Surat Pertanggungjawaban (SPJ) fiktif senilai Rp 62,5 miliar ketahuan 'bersantai' di luar Rutan Anak Aia. Ia tertangkap kamera sedang berada di Padang Panjang, Sumbar akhir pekan lalu.

Tahanan korupsi yang sudah mendapat vonis 9 tahun penjara tersebut bahkan sempat pergi ke Kota Bukittinggi bersama keluarganya dengan alasan izin berobat. Minimnya petugas jaga sempat dilontarkan Kakanwil Kemenkumham sebagai salah satu alasan Yusafni 'dilepas' tanpa pengawalan petugas. Izin kepada Yusafni juga hanya diberikan oleh petugas jaga, tanpa pemberitahuan kepada Kepala Rutan Anak Aia dan Kakanwil Kemenkumham Sumbar.

"Dia hanya meminta ke Bukittinggi untuk terapi akupuntur. Dan kami bilang kan, negara saja bisa dibohongi sama dia, apalagi kita petugas yang tak memiliki kemampuan apa-apa untuk lihat dia sakit atau tidak," kata Dwi di kantornya. N Sapto Andika Candra

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement