Kamis 03 May 2018 17:43 WIB

Di Sidang Pleidoi, Tonny Budiono Akui Tindak Pidananya

Tonny mengatakan tujuan orang yang ingin menyingkirkannya sudah tercapai

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Bilal Ramadhan
Mantan Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kemenhub Antonius Tonny Budiono bersiap menjalani pemeriksaan di gedung KPK Jakarta, Senin (23/4).
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Mantan Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kemenhub Antonius Tonny Budiono bersiap menjalani pemeriksaan di gedung KPK Jakarta, Senin (23/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Terdakwa Antonius Tonny Budiono dalam sidang pleidoi mengakui perbuatan menerima pemberian dari orang lain. Menurutnya, keinginan pihak-pihak yang ingin dirinya tersingkir dari jabatannya sebagai Direktur Jenderal Perhubungan Laut (Dirjen Hubla) Kementerian Perhubungan (Kemenhub) kini telah tercapai.

"Memang saya menerima pemberian dari orang lain, tetapi itu bukan karena saya menyalahgunakan jabatan dan kewenangan saya. Ya, memang saya tidak melaporkannya sesuai dengan peraturan (yang ada)," tutur Antonius saat membacakan pleidoinya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (3/5).

Antonius mengaku, ia tidak menaruh perhatian atas pemberian suap gratifikasi tersebut kepadanya. Bahkan, kata Antonius, dia tak mengetahui berapa jumlah uang yang diberikan kepadanya saat itu. Hal itu telah disampaikan olehnya di hadapan majelis hakim.

"Selama tujuh bulan saya diintai, menunjukkan, tidak ada perbuatan yang melanggar aturan kecuali masalah penarikan dana via ATM itu," katanya.

Ia mengatakan, tujuan pihak-pihak yang melaporkannya ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kini sudah tercapai. Menurut Antonius, ia kini bukan hanya tersingkir, pihak-pihak tersebut ia nilai dapat berbuat seenaknya kembali seperti sebelum saat ia menjabat dan membuat beberapa kebijakan.

Setelah dilantik pada 16 Mei 2016 sebagai Dirjen Hubla Kemenhub, Antonius mengaku telah berupaya mengakhiri permainan curang yang telah berjalan di tempatnya selama ini. Langgam kerja pun ia sesuaikan dengan kabinet kerja Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.

"Memperpendek dan mempermudah mata rantai pelayanan dalam mempercepat pembangunan nasional dan meningkatkan pelayanan kepada msyarakat," kata dia.

Antonius melanjutkan, saat ini ia juga menderita karena hak pensiun tak didapat dan keluarga harus menanggung beban berat. Ia pun merasa hampir tak memiliki apa-apa lagi di usia senjanya lantaran harta bendanya disita.

Sebagai orang Timur, jelasnya, jika ada yang memberi, maka akan ia terima. Berharga atau tidak, apalagi sebagai oleh-oleh, semua ia syukuri tanpa melihat nilainya. Bahkan itu semua tergeletak di mess tempatnya tinggal.

"Kalau ada niat saya untuk mengumpulkan harta, ke-33 tas serta uang yang disita itu pasti tidak ada di situ. Tidak ada yang saya tutup-tutupi apalagi dipoles," ujarnya.

Ia menerima jika segala prestasi dan pengabdiannya terhadap negara akan dianggap sia-sia. Antonius kemudian meminta kepada majelis hakim untuk memberikannya kesempatan menghabiskan usia senjanya untuk melayani Tuhan.

"Serta rindu hidup bersama anak-anak, menantu, dan cucu. Sebab, kalau saya tidak terkena OTT KPK, mungkin keteledoran saya akan menjadi-jadi. Tapi karena Tuhan masih mengasihi saya dan memberikan kesempatan untuk memperbaiki diri," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement