Rabu 11 Apr 2018 11:11 WIB

Kasad TNI Sambut Baik Penundaan Sanksi Dr Terawan

Langkah penundaan ini bukan berarti IDI telah melunak.

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Esthi Maharani
Dokter Terawan Agus Putranto
Foto: Youtube
Dokter Terawan Agus Putranto

REPUBLIKA.CO.ID,  BOGOR -- Kepala Staf Angkatan Darat (Kasad) Jenderal TNI Mulyono menyambut baik keputusan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) yang menunda sanksi pemecatan dan pencabutan rekomendasi izin praktik terhadap dr Terawan Agus Putranto. Ia pun mengapresiasi langkah yang diambil oleh IDI.

"Baguslah. Artinya, kita sambut baik keputusan itu. Kita serahkan saja apa yang sudah disepakati IDI dan IDI sudah mengambil langkah terbaik. Kita mengapresiasi," ujar Mulyono di Istana Kepresidenan, Bogor, Jawa Barat.

Kendati demikian, langkah penundaan ini bukan berarti IDI telah melunak. Menurut dia, seluruh sikap yang telah diputuskan oleh IDI dipertimbangkan dengan proporsional.

"Bukan melunak atau tidak. Semua kan harus proporsional. Langkah yang diambil IDI sudah bagus. Saya mengapresiasi," katanya menambahkan.

Terkait rencana Kementerian Kesehatan yang akan menguji metode yang diterapkan oleh dr Terawan untuk sistem jaminan kesehatan nasional, Mulyono menyerahkannya kepada Menkes.

"Kan itu tanggung jawabnya Kemenkes. Makanya salah satu kebijakan IDI kan akan diserahkan ke Kemenkes. Nanti kita tunggu bagaimana Menkes punya kewenangan," kata dia.

Sebelumnya, Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) menunda melaksanakan putusan Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) IDI terkait dr Terawan Agus Putranto. Putusan yang ditunda tersebut berupa sanksi pemecatan dan pencabutan rekomendasi izin praktik dr Terawan.

Rekomendasi pemberian sanksi kepada dr Terawan ini dilakukan karena ia dianggap mengiklankan diri terkait metode terapi cuci otak melalui DSA yang dilakukannya, menarik bayaran besar, dan menjanjikan kesembuhan pada pasien. Hal tersebut bertolak belakang dengan etika kedokteran.

Dari segi ilmiah, sejumlah ahli beranggapan metode cuci otak melalui DSA dan obat heparin bukanlah untuk pengobatan dan pencegahan strok. Keduanya berfungsi untuk diagnosis penyakit dalam membantu mengetahui pemberian metode pengobatan yang tepat.

Namun, IDI merekomendasikan penilaian terhadap tindakan terapi dengan metode DSA atau cuci otak dilakukan oleh tim Health Technology Assesement (HTA) Kementerian Kesehatan. Ketua Umum PB IDI dr Marsis menjelaskan, penilaian tindakan metode terapi cuci otak bukan pada ranah IDI.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement