REPUBLIKA.CO.ID, PURWOKERTO -- Pemilih di Jawa Tengah (Jateng) yang tidak akan menggunakan hak pilihnya dalam Pilgub Jateng Juni 2018, dikhawatirkan akan cukup besar. Ketua KPU Jateng Joko Purnomo memperkirakan, jumlahnya mencapai 8,7 juta atau 32 persen dari total pemilih sebanyak 27,3 juta orang.
''Jumlah pemilih yang kami perkirakan sulit akan menggunakan hak pilihnya, kami peroleh berdasarkan daftar pemilih sementara (DPS) yang telah kami tetapkan,'' jelasnya, saat meninjau pelaksanaan uji publik DPS di Kabupaten Banyumas, Selasa (27/3).
Menurutnya, mereka yang diperkirakan tidak bisa menggunakan hak pilihnya antara lain karena berada di perantauan atau di luar provinsi. ''Besar kemungkinan saat pencoblosan, 27 Juni mendatang, mereka tidak pulang atau tidak mengunakan hak pilihnya. Antara lain, karena waktu hari liburnya hanya sehari, hanya pada hari pencoblosan saja,'' katanya.
Dari pelaksanaan pilgub sebelumnya, masalah partisipasi politik di Jateng memang tergolong rendah. Joko menyebutkan, seperti pada pelaksanaan Pilgub 2013 silam, tingkat partisipasi politik hanya sekitar 56 persen.
Lebih dari itu, kata Joko, mereka yang tinggal di luar daerah tempat tinggal. Namun, tetap di lingkup Provinsi Jateng, juga banyak yang tidak mau mengurus formulir A5 (pindah tempat memilih).
Selain 32 persen pemilih yang diperkirakan tidak akan menggunakan hak pilihnya karena berada di luar daerah, Joko juga menyebutkan masih ada sekitar 829 ribu pemilih yang belum memiliki KTP-el atau surat keterangan (Suket) pengganti KTP-el. ''Sesuai aturan, mereka yang memilih harus memiliki KTP-el atau Suket,'' jelasnya.
Untuk itu, dia meminta agar Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dindukcapil) di kabupaten/kota bisa memfasilitasi warga yang belum melakukan rekam data. Sehingga, kelak bisa menggunakan hak pilihnya.
Meski dibayang-bayangi rendahnya partisipasi politik, Joko menyatakan KPU Jateng tetap menargetkan partisipasi politik cukip tinggi, mencapai 77,5 persen. Untuk itu, dia meminta seluruh penyelanggara pemilu di kabupaten/kota bekerja lebih keras melakukan sosialisasi. Antara lain, dengan menfasilitasi warga di luar domisili dengan memberikan formulir A5.
Mengenai pelaksanaan uji publik DPS, Joko menjelaskan, kegiatan ini merupakan bagian dari upaya untuk meningkatkan partisipasi politik masyarakat. Hal ini karena berdasarkan pengalaman sebelumnya, hanya 0,01 persen warga yang melakukan pengecekan terhadap DPS yang terpasang di balai desa atau tempat-tempat publik lainnya.