Senin 26 Mar 2018 17:32 WIB

Politikus Gerindra Bandingkan Tanah Abang dan Kedubes AS

Ombudsman diminta mengeluarkan keputusan yang adil.

Rep: Mas Alamil Huda/ Red: Teguh Firmansyah
Plt Kepala Perwakilan Ombudsman Jakarta Raya Dominikus Dalu (kiri) bersama Kasubdit Gakkum Ditlantas Polda Metro Jaya AKBP Budiyanto (kanan) meninjau kawasan Tanah Abang, Jakarta, Selasa (20/3).
Foto: Republika/Mahmud Muhyidin
Plt Kepala Perwakilan Ombudsman Jakarta Raya Dominikus Dalu (kiri) bersama Kasubdit Gakkum Ditlantas Polda Metro Jaya AKBP Budiyanto (kanan) meninjau kawasan Tanah Abang, Jakarta, Selasa (20/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Muhammad Taufik mengritik rekomendasi Ombudsman DKI yang menyebut terjadi maladministrasi terkait kebijakan penataan kawasan Tanah Abang oleh Pemprov DKI. Taufik menilai Ombudsman tidak adil dalam memberi rekomendasi.

"Yang buat rakyat dibikin (rekomendasi), yang berkeadilanlah Ombudsman itu," kata Taufik di Balai Kota, Senin (26/3).

Politikus Partai Gerindra ini merasa heran Ombudsman hanya menaruh perhatian terhadap kebijakan penataan Tanah Abang yang menempatkan pedagang kaki lima (PKL) di Jalan Jatibaru. Padahal, kata dia, penutupan jalan juga terjadi di tempat lain saat masa kepemimpinan gubernur sebelumnya.

"Coba Ombudsman bikin pendapat hukum penutupan jalan di eks kedutaan Inggris sama Amerika, ayo coba," ujar dia.

Baca juga,  Ombudsman Temukan 4 Maladministrasi Penataan Tanah Abang.

 

Taufik mengatakan, penutupan jalan tidak hanya terjadi di Jalan Jatibaru, Tanah Abang. Namun, menurut Taufik, penutupan juga pernah terjadi di jalan lainnya seperti di samping eks kedutaan Inggris di sekitar Bundaran HI. Penutupan jalan juga terjadi di samping kedutaan Amerika, bahkan secara permanen.

Sebelumnya, Ombudsman DKI telah menyelesaikan pemeriksaan terkait kebijakan penutupan Jalan Jatibaru. Dari hasil rangkaian pemeriksaan, Ombudsman menemukan setidaknya empat tindakan maladmimstrasi atas kebijakan penataan PKL di jalan tersebut.

Pertama, Ombudsman menilai kebijakan itu tindakan tidak kompeten yang dilakukan oleh Gubernur DKI Jakarta bersama Dinas UKM serta Perdagangan dalam mengantisipasi dampak dari penataan PKL di Jalan Jatibaru Raya.

Kedua, kebijakan Gubernur DKI Jakarta dalam melakukan penutupan Jalan Jatibaru Raya Juga dinilai telah menyimpang dari prosedur. Sebab, kebijakan Gubernur DKI Jakarta bersama Dinas Perhubungan DKI Jakarta tersebut dilakukan tanpa mendapatkan izin terlebih dahulu dari Polda Metro Jaya.

Ketiga, adalah pengabaian kewajiban hukum. Kebijakan Gubernur DKI Jakarta berupa diskresi dalam penataan PKL di Jalan Jatibaru Raya dengan menutup Jalan tersebut, tidak sejalan dengan ketentuan tentang penggunaan diskresi sebagaimana UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan dan mengabaikan Perda Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah DKI Jakarta 2030 dan Perda Nomor 1 Tahun 2014 tentang Rencana Detail Tata Ruang dan Pengaturan Zonasi DKI Jakarta 2030.

Keempat, Ombudsman menilai telah terjadi perbuatan melawan hukum. Tim Ombudsman menemukan alih fungsi Jalan Jatibaru Raya Tanah Abang, telah melanggar Ketentuan Peraturan perundang-undangan, yaitu UU Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan, UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, PP Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan, dan Perda Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum.

Selain alih fungsi Jalan, Pemprov DKI Jakarta yang menyampingkan hak pejalan kaki atau pedestrian dalam menggunakan fasilitas trotoar juga telah melanggar Perda Nomor 5 Tahun 2014 tentang Transportasi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement