Kamis 15 Feb 2018 17:06 WIB

Di Sidang Setnov, JPU KPK: Saya Mencium Bau Pencucian Uang

Dugaan pencucian uang saat memeriksa kurir Setnov di Pengadilan Tipikor

Terdakwa kasus korupsi KTP elektronik Setya Novanto
Foto: ANTARA FOTO/Reno Esnir
Terdakwa kasus korupsi KTP elektronik Setya Novanto

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaksa penuntut umum (JPU) KPK, Abdul Basir menduga mantan Ketua DPR Setya Novanto melakukan tindak pidana pencucian uang selain dugaan korupsi pengadaan KTP elektronik. Basir menyampaikan hal tersebut saat memeriksa kurir Setya Novanto bernama Abdullah alias Wahab di Pengadilan Tipikor.

(Baca: Bacakan Eksepsi, Fredrich Sebut Jaksa KPK Menghayal)

"Keterangan saudara menambah daftar panjang perputaran uang di sidang ini. Saya kok mencium bau-bau pencucian uang," kata jaksa penuntut umum KPK Abdul Basir di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (15/2).

Abdullah beberapa kali diminta untuk menukarkan uang ke tempat penukaran uang (money changer) dari deposito Setya Novanto dan dimasukkan ke rekening orang lain. Dari tempat penukaran uang tersebut, ia mengemas uang dalam kardus rokok.

"Dari money changer, saya disuruh mengemas uang dalam satu kardus rokok, diserahkan dalam bentuk rupiah ya sekitar Rp 2,5 miliar Pak," kata Abdullah yang sudah bekerja untuk Setnov sebagai "office boy" sejak 2000.

Penukaran itu dilakukan di PT Inti Valuta Sukses dan beberapa tempat penukaran uang lainnya. Abdullah menukarkan uang dari dolar AS dan dolar Singapura ke rupiah sekitar tahun 2009-2014.

"Uang rupiah itu disetorkan tunai ke rekening Mbak Wulan, itu permintaan Mbak Wulan," ungkap Abdullah.

Wulan yang dimaksud adalah Kartika Wulandari, Sekretaris Setnov. Abdullah juga punya rekening dolar Amerika dan dolar Singapura yang dibuka atas inisiatifnya.

"Punya rekening dolar AS dan Singapura, itu inisiatif saya sendiri membukanya karena kalau bawa pulang berisiko. Saya bilang ke Mbak Wulan untuk buka rekening baru besoknya dikerjakan lagi. Sekali transfer bisa 10 ribu dolar AS, tapi saya kurang kurang tahu itu uang siapa, saya hanya dimintai tolong untuk transfer saja," ungkap Abdullah.

Abdullah juga pernah melakukan setor tunai di bank Panin senilai Rp 5 miliar pada sekitar 2014-2015. Selain itu menukarkan uang dan memasukkan ke rekening lain, Abdullah juga kadang mengirimkan uang ke rekening anak Setnov Rheza Herwindo yang ada di Amerika Serikat.

"Pernah diminta transfer, tapi saya lupa berapa, seingat saya untik biaya sekolah, hanya kecil-kecil ada 5.000, 2.000 dolar AS," tambah Abdullah.

Abdullah yang juga pernah bekerja di PT Mondialindo Graha Perdana yang 80 persen sahamnya dimiliki oleh Deisty Astriani Tagor dan Reza serta bekerja di PT Murakabi Sejahtera, yang dimiliki PT Mondialindo. Murakabi juga diketahui menjadi perusahaan yang mengajukan tender KTP-el.

Jaksa KPK pun mengaku punya sejumlah rekening koran yang menunjukkan pencairan deposito Setnov. Namun, hasil pencairan itu tidak dimasukkan ke tabungan Setnov, tapi dialirkan ke rekening atas nama Wulan. Atas barang bukti tersebut, Setnov mengaku baru mengetahuinya.

"Terima kasih yang mulia, saya khusus kepada barang bukti di Pak Abdullah saya terus terang baru mengetahui tadi, mohon maaf yang lain tidak tahu," kata Setnov.

Dalam perkara ini Setnov diduga menerima 7,3 juta dolar AS dan jam tangan Richard Mille senilai 135 ribu dolar AS dari proyek KTP-el. Setya Novanto menerima uang tersebut melalui mantan direktur PT Murakabi sekaligus keponakannya Irvanto Hendra Pambudi Cahyo maupun rekan Setnov dan juga pemilik OEM Investmen Pte.LTd dan Delta Energy Pte.Lte yang berada di Singapura Made Oka Masagung.

Sedangkan jam tangan diterima Setnov dari pengusaha Andi Agustinus dan direktur PT Biomorf Lone Indonesia Johannes Marliem sebagai bagian dari kompensasi karena Setnov telah membantu memperlancar proses penganggaran. Total kerugian negara akibat proyek tersebut mencapai Rp 2,3 triliun.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement