Rabu 07 Feb 2018 22:54 WIB

Polisi Bongkar Order Fiktif Angkutan Daring di Surabaya

Komplotan ini memiliki perangkat dengan puluhan akun pengemudi dan penumpang.

Smartphone. Ilustrasi
Foto: Reuters
Smartphone. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID,  SURABAYA -- Kepolisian Resor Kota Besar Surabaya membongkar praktik order fiktif angkutan daring yang telah merugikan perusahaan penyedia jasa sebesar Rp 300 juta. Praktik terhitung dari September 2017 hingga Februari 2018.

Tiga pelaku dalam komplotan yang diringkus masing-masing berinisial LC (32), warga Raya Kutisari Indah Surabaya, LAA (22), warga Sutorejo Prima Utara Surabaya, dan MV (23), warga Wijaya Kusuma Surabaya, kata Kepala Subbagian Hubungan Masyarakat Polrestabes Surabaya Komisaris Polisi Lily Djafat kepada wartawan di Surabaya, Rabu (7/2).

"Salah satu dari pelaku, yaitu LC, pernah bekerja sebagai pengemudi angkutan daring. Dari situ dia melihat celah untuk melakukan aksi kejahatan dengan memanipulasi data penumpang melalui order fiktif," katanya.

LC kemudian merekrut LAA dan MV untuk melakukan kejahatan ini bersama-sama. Dalam aksinya, komplotan ini rela membeli akun pengemudi milik orang yang sudah tidak terpakai dengan harga Rp 1,5 juta rupiah.

Lily menjelaskan, komplotan ini dalam beraksi memiliki perangkat sebanyak 36 telepon seluler berisi akun pengemudi dan 87 telepon seluler berisi akun penumpang.

Dengan seluruh perangkat telepon seluler tersebut, setiap hari mereka melakukan order fiktif demi mengejar target bonus yang disediakan oleh penyedia angkutan daring.

"Berdasarkan pengalaman pelaku LC saat menjadi pengemudi daring, dia pernah menghasilkan bonus senilai Rp 3,6 juta jika telah melampaui target penumpang sebanyak lima trip per hari. Bonus ini yang mereka kejar setiap harinya dengan melakukan order fiktif," ujar Lily, menerangkan.

Kasus ini terungkap setelah pihak perusahaan penyedia jasa angkutan daring mencurigai beberapa akun yang sama selalu membatalkan pemesanan setiap hari, yang kemudian melapor ke Polrestabes Surabaya.

"Selain mengamankan tiga orang pelaku, kami menyita 115 unit telepon seluler berbagai merek, beberapa ATM berisi uang hasil kejahatan dan sebuah mobil Agya sebagai sarana," ucap Lily.

Ketiga pelaku dijerat Pasal 51 dan 35 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, serta pasal 378 Kitab Undang-undang Hukum Pidana tentang penipuan, dengan ancaman hukuman 12 tahun penjara.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement