REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Kapolres Malang, Yade Setiawan Ujung mengungkapkan, alasan ia lebih memilih jalan pembinaan dibandingkan penahanan terhadap remaja yang melecehkan Pancasila, VAM (14). Menurutnya, keputusan ini diambil mengingat latar belakang yang dimiliki VAM.
Menurut Yade, VAM terbukti sudah lama putus sekolah dan hidup dalam keluarga yang broken home. Ibu VAM telah wafat dan sang ayah bekerja di tempat yang jauh dari kediamannya di Malang. VAM saat ini menetap dengan nenek dan kakeknya.
"Kalau kita tangkap, nanti dia malah makin semakin menjadi-jadi. Pelaku jadi benci, bahkan takutnya melakukan kejahatan," ujar Yade saat ditemui wartawan di Kantor Polres Malang, Kepanjen, Kabupaten Malang, Jumat (26/1).
Menurut Yade, langkah pembinaan tepat dilakukan agar VAM tak menjadi semakin liar nantinya. Bahkan, VAM direncanakan akan disekolahkan kembali di salah satu lembaga pendidikan di Kabupaten Malang. VAM sendiri, kata dia, sudah menyatakan kesediaannya untuk bersekolah kembali.
Saat ini, VAM sudah dikembalikan ke keluarganya dengan diketahui kepala dusun setempat. VAM juga telah membuat pernyataan terbuka permohonan maaf atas unggahan pelecehannya. Ke depan, Yade mengatakan, akan mengawasi VAM sebagai upaya pembinaan dari pihaknya.
Sebelumnya, VAM dilaporkan ke Polres Malang Pemuda Pancasila karena dianggap sengaja mengubah isi Pancasila dengan kalimat tidak pantas. Kemudian kalimat itu diunggah ke media sosial, Facebook miliknya.
Adapun isi status VAM, yakni "Hee rekk, pancasila saiki ono sing anyar: 1. Kenalan Disek 2. Pacaran 3. Sex 4. Meteng 5. Mbayi". Artinya, "Hei teman, Pancasila sekarang ada yang baru: 1. Kenalan dulu 2. Pacaran 3. Seks 4. Hamil 5. Melahirkan".