Jumat 26 Jan 2018 07:07 WIB

'Jadi Plt Gubernur, Apa Pati Polri Sebegitu Menganggurnya?'

Menyeret Polri ke ranah politik dianggap tidak elok

Rep: Fergi Nadira/ Red: Bilal Ramadhan
Pilkada Serentak (Ilustrasi)
Foto: Republika/Wihdan
Pilkada Serentak (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat kepolisian dari Institut for security and strategic studies (ISeSS) Bambang Rukminto mengatakan, adanya wacana pengusulan pengangkatan pelaksana tugas (Plt) gubernur Jawa Barat dan Sumatra Utara dari perwira tinggi aktif Polri sangat menghentak nalar publik. Ia mempertanyakan, sedang melakukan strategi politik apakah presiden Jokowi itu.

Seperti tertera dalam UU Polri No 2/2002 di dalam Pasal 28 Ayat 1 menyebutkan bahwa Kepolisian Negara Republik Indonesia bersikap netral dalam kehidupan politik dan tidak melibatkan diri pada kegiatan politik praktis. Serta, Pasal 28 Ayat 3 UU Polri No 2/2002 menyebutkan bahwa Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian.

"UU 2/2002 tersebut tentunya sampai sekarang belum ada perubahan. Pilkada ini tentunya adalah arena pertarungan politik dalam ranah demokrasi. Apakah sebegitu 'menganggurnyakah' perwira tinggi Polri sehingga bisa diminta menjadi plt gubernur?," ujar Bambang, Kamis (25/1).

Menurutnya, menyeret Polri di tengah pusaran pertarungan politik sungguh tak elok bagi rejim ini, juga bagi Polri sendiri. Seolah tidak ada aparat birokrasi lain di luar Polri untuk dijadikan plt gubernur.

Rezim Jokowi, kata dia, seolah tidak belajar dengan kasus di era kepemimpinan Kapolri Dai Bachtiar yang secara terbuka mendukung Megawati di pemilu 2004. "Tugas pokok dan fungsi Polri sesuai amanat UU adalah menjaga ketertiban masyarakat dan penegakan hukum bukan sebagai birokrat dalam pemerintahan," ujarnya.

Oleh karena itu, ia menyarankan Presiden Jokowi harus lebih bijak untuk memutuskan sebuah usulan yang jelas-jelas hanya akan menambah beban polemik yang tidak bermanfaat apapun.

"Menyeret-nyeret Polri dalam ranah politik, jelas tak akan menguntungkan citra Jokowi sebagai representasi kepemimpinan sipil yang demokratis. Selain juga tak menguntungkan bagi pembangunan Polri yang profesional dan modern di masa depan," kata dia.

Di sisi lain, sebagai pemegang amanah negara sesuai UU 2/2002 Polri akan terjebak pada pragmatisme politik yang bergulir 5 tahunan. Sebagai aparat negara, seharusnya Polri yang profesional harus netral dari tarik ulur politik rezim.

Usulan pengangkatan pati aktif Polri sebagai Plt.gubernur tidak bisa dihindari lagi sebagai strategi politik dari rejim. Di sisi lain sesuai pasal 28 ayat 3 uu 2/2002 menyebutkan bahwa Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian.

"Dasar inilah yang seharusnya menjadi landasan Kapolri untuk memertanyakan urgensi dari usulan pengangkatan anggotanya sebagai Plt Gubernur," kata Bambang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement