REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menyebut adanya 143 transaksi keuangan mencurigakan pada pemilihan kepala daerah (pilkada) 2018. Ratusan transaksi keuangan mencurigkan tersebut melibatkan pasangan calon kepala daerah, partai politik dan penyelenggara pemilihan itu.
"PPATK telah mengidentifikasi adanya 143 transaksi keuangan mencurigakan selama pemilu 2018 dengan nominal transaksi mencapai Rp47,2 miliar," ujar Kepala PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (18/12).
Kiagus mengatakan secara keseluruhan berdasarkan hasil pemantauan selama periode 2017 sampai dengan kuartal III tahun 2018 menunjukkan adanya transaksi keuangan secara tunai yang sangat signifikan terkait penyelenggaraan pemilu maupun kontestasi.
Dia mengatakan terdapat 1.092 laporan transaksi keuangan tunai yang melibatkan penyelenggara pemilu, paslon, keluarga paslon, serta partai politik dengan jumlah total Rp 1,3 triliun.
Dia mengatakan PPATK sebagai lembaga yang memiliki tugas utama mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang telah berupaya melaksanakan Nota Kesepahaman dengan Bawaslu secara konsisten dan bertanggung jawab dalam mewujudkan pemilu yang bersih dan berintegritas bebas dari praktik-praktik kejahatan, khususnya pencucian uang.
Menurut dia, komitmen PPATK dalam upaya mewujudkan pemilu yang bersih dan berintegritas telah dilakukan sejak penyelenggaraan pemilu tahun 2014 silam, dimana bersama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), dan Komisi Informasi Pusat (KIP) membentuk gugus tugas untuk mewujudkan pemilu bersih dan berintegritas.