REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengurus Pusat Muhammadiyah berkomitmen tak akan masuk dalam ranah politik praktis. Hal itu menanggapi usulan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar yang menganggap representasi Muhammadiyah penting dalam koalisi partai politik pengusung bakal calon pasangan Joko Widodo-KH Ma'ruf.
"Muhammadiyah secara institusi tetap istiqomah, tak masuk ke politik praktis," kata Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir usai melaksanakan shalat ied di halaman Bank Indonesia (BI), Jakarta, Rabu (22/8).
Ia beralasan komitmen Muhammadiyah itu bertujuan menjadi "kartu pengaman" bagi bangsa Indonesia. Sebab, menurut dia, jika seluruh institusi keagamaan turut berebut kepentingan politik, maka bangsa ini mengalami politisasi.
"Biar cukup, politik dalam sistem modern dilakukan parpol (partai politik) dan elit partai," ujar Haedar.
Baca juga: LSI: Elektabilitas Jokowi-Ma'ruf Berada di Magic Number
Kendati demikian, ia tidak melarang warga Muhammadiyah terlibat dalam partai politik. Sebab, ia memahami berpolitik adalah hak setiap warga negara.
"Kalau terlibat dalam timses (tim sukses) atau pemenangan di manapun, itu bagian hak kewargaannya, bukan terkait langsung dengan organisasi," ujar dia.
Ia memandang sikap dan cara Muhammadiyah tersebut cukup elegan. Sebab, saat ini kekuatan politik tak ragu-ragu menyeret ormas keagamaan dan sosial dalam politik praktis untuk mendulang suara.
"Nanti kalau terus terseret ke sana, urusan umat, mencerdaskan, mendidik terabaikan oleh ormas dan tokoh ormas. Karena mereka tiap hari yang dibicarakan politik," kata Haedar.
Karena itu, menurut dia, sebaiknya politik menjadi ranah partai politik dan politikus saja. Ia mengingatkan, bangsa Indonesia tegak karena sudah banyak pilar yang menjadi representasi porpol dan rakyat, seperti, MPR, DPR, dan DPD.
"Ada utusan golongan representasi kelompok dan golongan sosial di Indonesia. Dengan tiga itu, sebenarnya Indonesia bisa bangun, tegak, dan bertahan," tutur dia.
Karena itu ia menilai apabila semua terlibat golongan dan kelompok menjadi kekuatan politik, maka tak ada cadangan strategis dalam bangsa Indonesia.
Baca juga:LSI: Komposisi Tim Pemenangan tak Signifikan Dulang Suara