Rabu 17 Jan 2018 23:00 WIB

Mahar Politik Tanda Partai Gagal Lakukan Kaderisasi

Rep: Ali Mansur/ Red: Andi Nur Aminah
Mahar politik (ilustrasi).
Foto: pixabay
Mahar politik (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Rufinus Hotmaulana Hutauruk menilai, jika terbukti partai politik memberlakukan mahar bagi calon kepala deerah yang diusung pada Pilkada Serentak 2018, maka partai tersebut dapat dikatakan gagal membina kader. Menurutnya, adanya mahar politik itu tidak lepas dari kultur dan budaya politik yang ada di Indonesia.

"Soal mahar, kalau masih ada partai yang minta itu (mahar). Maka partai itu gagal di dalam membina kader," tegas Rufinus, di Kompleks Parlemen, Rabu (17/1).

Oleh karena itu, Rufinus mengatakan, perlu adanya pendidikan politik bagi setiap kalangan agar praktek ini dapat diminimalisir. Pudarnya ideologi partai politik, menurutnya juga turut berkontribusi bagi munculnya mahar politik yang selalu berkembang saat pemilihan umum. "Sehingga harus harus diberikan pendidikan politik yang benar, siapa pun itu," kata Politikus Partai Hanura ini.

Mencuatnya isu mahar politik, setelah Ketua Kadin Jawa Timur La Nyalla Mattalitti terkait Pilgub Jatim 2018 bersuara. Terang-terangan La Nyalla mengaku telah dimintai uang mahar untuk pencalonannya sebagai cagub Jatim oleh oknum Partai Gerindra. Ia pun memutuskan untuk berhenti menjadi kader partai Gerindra.

Oknun Partai Hanura, La Nyalla mengatakan, meminta uang untuk saksi pilgub sebesar Rp 40 miliar. Permintaan uang itu, menurut La Nyalla, disampaikan Prabowo pada Sabtu (10/12) di Hambalang, Bogor, saat Gerindra mengumumkan Sudrajat sebagai cagub pada pilgub Jabar. Uang itu harus diserahkan paling telat tanggal 20 Desember 2018. "Kalau tidak saya tidak akan mendapat rekomendasi," kata La Nyalla, beberapa waktu lalu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement