Rabu 10 Jan 2018 21:12 WIB

Saksi Ungkap Transfer Sejumlah Uang ke Anggota Komisi I DPR

Terdakwa kasus suap pengadaan drone dan alat satellite monitoring di Bakamla Nofel Hasan meninggalkan ruang persidangan usai menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipico, Jakarta, Rabu (10/1). Sidang lanjutan tersebut beragendakan mendengarkan keterangan saksi.
Foto: ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
Terdakwa kasus suap pengadaan drone dan alat satellite monitoring di Bakamla Nofel Hasan meninggalkan ruang persidangan usai menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipico, Jakarta, Rabu (10/1). Sidang lanjutan tersebut beragendakan mendengarkan keterangan saksi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Anggota Komisi I dari Fraksi Partai Golkar Fayakhun Andriadi disebut mendapat jatah atau fee sebesar 927.756 dolar AS (sekitar Rp12,8 miliar) dari Direktur PT Merial Esa Fahmi Darmawansyah untuk membuka blokir penganggaran drone di DPR. Hal ini terungkap dalam sidang lanjutan perkara korupsi di Badan Keamanan Laut (Bakamla).

"Pada saat itu kami transfer kurang lebih hampir 1 juta dolar AS, kurang dari 1 juta dolar AS," kata saksi Adami Okta dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (10/1).

Adami adalah bagian operasional PT Merial Esa yang menjadi saksi untuk sidang pemeriksaan saksi Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi di Badan Keamanan Laut Republik Indonesia (Bakamla) Nofel Hasan yang didakwa menerima 104.500 dolar Singapura (sekitar Rp1,045 miliar) dari Fahmi Darmawasyah. Nofel memenangkan perusahan Fahmi dalam pengadaan drone dan monitoring satellite di Bakamla serta mengusahakan anggaran drone.

Dalam dakwaan dijelaskan, Nofel bersama dengan Ali Fahmi alias Fahmi Habsyi selaku staf khusus bidang Perencanaan dan Anggaran Kepala Bakamla Arie Soedwo membuat anggaran pengadaan monitoring satellite senilai Rp 402,71 miliar dan drone senilai Rp 580,468 miliar.

Namun, anggaran drone masih dibintangi di Komisi I DPR, yang artinya anggaran itu tidak dapat digunakan sebelum syarat-syarat tertentu dipenuhi.

"Anggarannya masih dibintangi jadi tidak bisa jalan. Pak Fahmi minta pertanggungjawaban dari Pak Habsyi bagaimana dengan proyek yang dijanjikan, tapi ternyata jawabannya seperti itu," ungkap Adami.

Agar anggaran dapat diloloskan maka Fahmi pun memerintahkan Adami untuk bekerja sama dengan anggota DPR.

"Dari Komisi I Pak Fayakhun Andriadi, dari Fraksi Partai Golkar. Saya tidak tahu bagaimana deal awalnya, tapi yang pasti ada pembicaraan antara Habsyi, Fahmi Darmawansyah, dan Pak Fayakhun itu untuk pengurusan anggaran ini," tambah Adami.

Baca, Kasus Bakamla, KPK Cegah Fayakhun ke Luar Negeri.

Ia pun mendapat tugas untuk mentransfer sejumlah uang ke rekening yang disediakan Fayakhun. Meski, uang tidak langsung ditransfer ke Fayakhun karena melalui Managing Director PT Rohde and Schwarz Erwin Arif.

"Komunikasi melalui perantara Pak Erwin Arif, dia sebagai vendor PT Rohde and Schwarz, perusahaannya juga teman Pak Fayakhun. Jadi alirannya ke saya karena Pak Fayakhun saat itu komunikasi ke pak Fahmi Darmawansyah. Waktu itu sempat juga pak Fayakhun minta nomor telpon Ali Fahmi ke saya, konfirmasi nomer teleponnya yang mana, saya kasih, cuma katanya menghubungi tidak pernah bisa. Jadi akhirnya dia menghubungi Erwin, untuk meneruskan pesan kepada saya, untuk saya meneruskan pesan ke Pak Fahmi," jelas Adami.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement