Jumat 22 Dec 2017 19:50 WIB

Todung Ditanya KPK Soal Pemberian SKL pada BDNI

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Joko Sadewo
Pengacara Todung Mulya Lubis bersiap menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Jumat (22/12).
Foto: Antara/Hafidz Mubarak A
Pengacara Todung Mulya Lubis bersiap menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Jumat (22/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Jumat (22/12) melakukan pemeriksaan terhadap Todung Mulya Lubis. Pengacara tersebut diperiksa sebagai saksi terkait kasus korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (SKL BLBI)dengan tersangka mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Syafruddin Arsyad Temenggung.

Kepala Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha menjelaskan, pemeriksaan terhadap Todung merupakan penjadwalan ulang pada Kamis (14/12) lalu. "Saat itu yang bersangkutan tidak dapat hadir dan dijadwalkan ulang pasa hari ini," ungkap Priharsa di Gedung KPK Jakarta, Jumat (22/12).

Adapun, kapasitas pemeriksaan untuk Todung lantaran ia merupakan salah satu tim bantuan hukum Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) saat terjadinya permasalahan obligor dalam penerbitan SKL BLBI."Yang bersangkutan berkapasitas sebagai tim hukum saat itu untuk KKSK. Jadi dipertanyakan apa yang dia ketahui seputar pemberian SKL untuk BDNI," terang Priharsa.

Usai diperiksa, Todung membenarkan dirinya diperiksa terkait perannya sebagaitim bantuan hukum KKSK. Ia menjelaskan tim bantuan hukum KKSK waktu itu diangkat oleh pemerintah untuk membantu melakukan penilaian kepatuhan terhadap obligor-obligor bermasalah yang ditugaskan kepada KKSK.

"Kami sudah selesaikan tugas kami sebagai tim bantuan hukum KKSK dan yah saya hanya jelaskan seputar itu saja. Saya diminta oleh KKSK untuk melakukan kepatuhan terhadap obligor yang bermasalah, banyak waktu itu obligor yang bermasalahkan. Saat itu salah satunya BDNI," terang Todung.

Sebelumnya, pada Kamis (21/12) kemarin, KPK melakukan penahanan terhadap Syafruddin selama 20 hari ke depan di Rutan Klas I Jakarta Timur cabang KPK. KPK menetapkan Syafruddin sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian Surat Keterangan Lunas (SKL) kepada Sjamsul Nursalim.

SKL diterbitkan berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2002 tentang pemberian jaminan kepastian hukum kepada debitor yang telah menyelesaikan kewajibannya atau tindakan hukum kepada debitor yang tidak menyelesaikan kewajibannya berdasarkan pemeriksaan Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham (PKPS). Inpres itu dikeluarkan pada saat kepemimpinan Presiden Megawati yang juga mendapat masukan dari Menteri Keuangan Boediono, Menteri Koordinator Perekonomian Dorodjatun Kuntjara-djakti dan Menteri BUMN Laksamana Sukardi.

Berdasar Inpres tersebut, debitur BLBI dianggap sudah menyelesaikan utang, meski baru melunasi 30 persen dari jumlah kewajiban pemegang saham dalam bentuk tunai dan 70 persen dibayar dengan sertifikat bukti hak kepada BPPN. Syafruddin diduga mengusulkan pemberian Surat Pemenuhan Kewajiban Pemegang Saham atau SKL kepada Sjamsul Nursalim selaku pemegang saham atau pengendali Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) pada 2004.

Syafruddin mengusulkan SKL itu untuk disetujui Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) dengan melakukan perubahan atas proses ligitasi kewajiban obligor menjadi restrukturisasi atas kewajiban penyerahan aset oleh BDNI ke BPPN sebesar Rp 4,8 triliun yang merupakan bagian dari pinjaman Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement