Kamis 21 Dec 2017 04:00 WIB

Fraksi PPP Terus Perjuangkan LGBT Masuk Tindak Pidana

Tolak LGBT/Ilustrasi
Tolak LGBT/Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Fraksi PPP DPR RI akan memperjuangkan norma ketentuan terkait Lesbian, Gay, Biseksual, dan Trans-gender masuk dalam UU Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) sebagai perluasan makna dari tindak pidana perzinahan, kata Ketua Fraksi PPP Reni Marlinawati.

"Fraksi PPP DPR RI meminta anggota Fraksi PPP yang membahas perubahan RKUHP untuk terus memperjuangkan dengan memasukan norma ketentuan LGBT dalam UU KUHP sebagai perluasan makna dari tindak pidana perzinahan," kata Reni dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Rabu (20/12).

Reni mengatakan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No 46/PUU-XIV/2016 soal permohonan penafsiran atas norma tentang zina, pemerkosaan dan perbuatan cabul sebagaimana tertuang dalam UU KUHP pasal 284, 285 dan 292 UU KUHP harus direspons secara proporsional. Menurut dia, putusan tersebut bukan berarti MK melegalkan perbuatan LGBT, namun MK menyerahkan perumusan norma soal LGBT ke pembuat undang-undang atau "law maker" yaitu DPR dan pemerintah.

"Fraksi PPP juga akan melakukan komunikasi intensif dengan seluruh fraksi di DPR agar setuju dengan rumusan yang diusulkan Fraksi PPP," ujarnya.

Reni mengatakan terkait dengan LGBT, Fraksi PPP DPR RI juga telah mengusulkan RUU Anti LGBT sebagai RUU inisiatif yang diusulkan oleh Fraksi PPP. Menurut dia, Fraksi PPP juga akan melakukan komunikasi politik secara intensif khususnya dengan pemerintah.

"PPP sebagai bagian dari partai koalisi di pemerintahan mendorong pemerintah agar memasukkan LGBT menjadi bagian dari tindak pidana sebagai konsekwensi dari perluasan makna atas tindak pidana zina," katanya.

Ia mengatakan upaya tersebut semata-mata dimaksudkan untuk tidak mengabaikan aspirasi dari masyarakat serta mewujudkan cita hukum Indonesia yang sarat dengan nilai agama sebagaimana tertuang dalam Pancasila dan UUD 1945. Anggota Komisi X DPR itu mengatakan, perjuangan Fraksi PPP itu mengingatkan perjuangan yang juga pernah dilakukan Fraksi PPP dalam merumuskan UU No 1 tahun 1974 tentang Perkawinan puluhan tahun silam.

"Dalam UU Perkawinan itu merumuskan bahwa perkawinan bisa disebut sah jika dilakukan sesuai dengan agama yang dianut," katanya.

Sebelumnya, MK menolak permohonan uji materi Pasal 284, Pasal 285 dan Pasal 292 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), ketiga pasal tersebut mengatur soal kejahatan terhadap kesusilaan. Permohonan uji materi Pasal 284, Pasal 285 dan Pasal 292 KUHP dalam perkara nomor 46/PUU-XIV/2016 diajukan oleh Guru Besar IPB Euis Sunarti bersama sejumlah pihak.

Sementara dalam gugatannya pemohon meminta pasal 284 tidak perlu memiliki unsur salah satu orang berbuat zina sedang dalam ikatan perkawinan dan tidak perlu ada aduan. Terkait pasal 292, pemohon meminta dihapuskannya frasa "belum dewasa", maka semua perbuatan seksual sesama jenis dapat dipidana. Selain itu, homoseksual haruslah dilarang tanpa membedakan batasan usia korban, baik masih belum dewasa atau sudah dewasa.

Dalam pertimbangannya, MK menjelaskan, pada prinsipnya permohonan pemohon yang meminta Mahkamah memperluas ruang lingkup karena sudah tidak sesuai dengan masyarakat, sehingga mengakibatkan pada perubahan hal prinsip atau pokok dalam hukum pidana dan konsep-konsep dasar yang berkenaan dengan suatu perbuatan pidana.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement