REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menyesalkan putusan Mahkamah Kontistusi (MK), yang tidak mengabulkan permohonan uji materi terhadap pasal kesusilaan dalam KUHP. Padahal, materi pemohon justru berangkat dari realitas nyata perilaku asusila dan amoral, yang semakin marak dan mengancam generasi bangsa. Perilaku asusila dan amoral itu pun tidak sesuai dengan kebangsaan Indonesia, yang beradab, bermartabat, dan relijius.
Menurutnya permohonan tersebut adalah upaya mengokohkan kebangsaan yang beradab, bermatabat, dan relijius sesuai Pancasila dan UUD 1945 sebagai nilai-nilai luhur bangsa. "Sejatinya ini bagian dari tanggung jawab kita untuk menjaga moral, karakter dan identitas bangsa,'' kata Ketua Fraksi PKS, Jazuli Juwaini, dalam keterangan pers yang diterima Republika, Jumat (15/12).
Jazuli menjelaskan, sejatinya apa yang dimohonkan tersebut sangat konstruktif bagi hukum positif yang berlaku, khususnya terkait kesusilaan yang tidak lagi sesuai dengan perkembangan lingkungan sosial dan problematika yang ada. Terlebih, ini menyangkut moral dan karakter bangsa.
Dalam permohonnan uji materi tersebut, pemohon meminta agar Mahkamah mengafirmasi hukuman bagi perzinahan pada Pasal 284 KUHP, yaitu mencakup hubungan badan antara laki-laki dan perempuan yang bukan suami istri alias kumpul kebo, dapat dijerat dengan pidana.
''Bagaimana bangsa ini membiarkan perzinahan atau kumpul kebo tidak bisa dituntut hukum. Padahal moralitas universal jelas tidak membenarkan, mudaratnya juga nyata bagi lingkungan sosial dan masa depan keluarga Indonesia. Perilaku ini juga bisa menjadi pintu masuk kejahatan seksual dan pelecehan," kata Jazuli.
Selain itu, pemohon meminta Mahkamah untuk merumuskan kembali Pasal 285 KUHP agar larangan bersetubuh dengan paksaan (perkosaan) dapat diperluas lagi. Dalam hal ini, korban bukan hanya perempuan, tapi laki-laki juga bisa menjadi korban. Selanjutnya, pemohon juga meminta Mahkamah mengafirmasi hukuman bagi perbuatan pencabulan pada Pasal 292 KUHP berlaku juga bagi sesama jenis baik dilakukan oleh sesama orang dewasa, oleh orang dewasa dengan anak-anak, maupun dilakukan oleh sesama anak kecil.
''Pasal ini adalah upaya pencegahan terhadap perilaku LGBT yang jelas tertolak menurut Pancasila dan Konstitusi Negara. Kami tidak ingin perilaku menyimpang dan penyakit sosial itu semakin marak dan merusak masa depan bangsa kita. Disana ruh dan semangatnya,'' tegas anggota Komisi I DPR RI tersebut.
Jazuli menilai, materi permohonan uji materi tersebut sangat rasional, objektif, dan konstitusional. Dalil-dalil yang disampaikan menjadi problem sosial dan ancaman yang nyata dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
''Upaya ini untuk mencegah meluasnya berbagai penyimpangan, kejahatan seksual dan penyakit sosial yang merusak masa depan genarasi bangsa. Uji materi dimaksudkan untuk melindungi anak-anak, menjaga ketahanan keluarga, dan mengokohkan kebangsaan yang beradab, bermartabat, dan relijius sehingga Mahkamah seharusnya menerimanya,'' ujar Jazuli.
Jazuli menambahkan, dari empat orang Hakim MK, mereka memiliki pendapat berbeda dari putusan (dissenting opinion) dan mendukung penuh permohonan tersebut. Hal ini, kata Jazuli, menunjukkan dalil-dalil permohonan uji materi sangat rasional, objektif, dan konstitusional. ''Tentu Putusan ini tidak boleh membuat kita surut dalam menjaga moralitas dan mengokohkan karakter bangsa. Fraksi PKS akan terus berjuang untuk menjaga moralitas bangsa dengan regulasi yang connecting dengan Konstitusi dan Dasar Negara kita melalui ruang-ruang yang ada, diantaranya lewat pembahasan RUU KUHP yang saat ini sedang dibahas di DPR,'' tutur Jazuli.