Selasa 12 Dec 2017 19:14 WIB

Kuasa Hukum Novanto: Ada Imajinasi di Dakwaan Novanto

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Andi Nur Aminah
Pengacara mantan Ketua DPR Setya Novanto (Setnov), Firman Wijaya
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Pengacara mantan Ketua DPR Setya Novanto (Setnov), Firman Wijaya

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kuasa hukum Ketua DPR RI nonaktif Setya Novanto, Firman Wijaya menyebut ada beberapa hal yang janggal dan merupakan imajinasi KPK dalam surat dakwaan tersangka kasus korupsi proyek pengadaan KTP-elektronik (KTP-el) yang sudah dibacanya. "Ada beberapa imajinasi di dalam dakwaan itu yang belum bisa kami pahami. Apakah itu berdasarkan fakta atau tidak," ungkap Firman di Gedung KPK Jakarta, Selasa (12/12).

Namun, Firman belum mau mengungkapkan bagian mana yang menjadi imajinasi Jaksa KPK. Menurut Firman, fakta-fakta yang dituangkan dalam surat dakwaan harus didukung bukti-bukti dalam persidangan. "Dalam mendeskripsikan sebuah fakta itu //kan cara sajikan peristiwa hukum yang mungkin harus diuji kebenarannya, ada bukti pendukungnya," kata dia.

Diketahui, sidang perdana Novanto akan digelar pada Rabu (13/12) di Pengadilan Tipikor Jakarta. Pengadilan Tipikor Jakarta telah menetapkan majelis hakim dimana Ketua Majelis Hakim merupakan Dr Yanto yang merupakan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Sementara anggota majelis hakim yakni hakim anggota satu, ada Hakim Frangki Tambuwun, anggota dua, Hakim Emilia Djajasubagja, Hakim ad-hoc ada Hakim Anwar dan Hakim Ansyori Syaifudin. Kemudian untuk panitera pengganti ada Roma Siallagan, Martin dan Yuris.

Novantodi tetapkan kembali menjadi tersangka kasus korupsi KTP-el pada Jumat (10/11), setelah sebelumnya sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 29 September 2017 dengan hakim tunggal Cepi Iskandar membatalkan status tersangkanya. Atas penetapan kembali sebagai tersangka itu Setya Novanto pun sekali lagi mengajukan praperadilan ke pengadilan yang sama. Praperadilan jilid dua itu ditangani hakim tunggal Kusno.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement