Jumat 08 Dec 2017 22:22 WIB

PP Muhammadiyah Gelar Pengajian tentang Aliran Kepercayaan

Rep: Muhyiddin/ Red: Budi Raharjo
Pimpinan Pusat Muhammadiyah menggelar pengajian bulanan di Aula Ahmad Dahlan PP Muhammadiyah, Menteng, Jakarta, Jumat (8/12) malam. Diskusi ini mengangkat tema Aliran Kepercayaan: Kedudukan Hukum dan Strategi Dakwah.
Foto: Muhyiddin
Pimpinan Pusat Muhammadiyah menggelar pengajian bulanan di Aula Ahmad Dahlan PP Muhammadiyah, Menteng, Jakarta, Jumat (8/12) malam. Diskusi ini mengangkat tema Aliran Kepercayaan: Kedudukan Hukum dan Strategi Dakwah.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pimpinan Pusat Muhammadiyah menggelar pengajian bulanan di Aula Ahmad Dahlan PP Muhammadiyah, Menteng, Jakarta, Jumat (8/12) malam. Dalam diskusi kali ini, PP Muhammadiyah mengangkat tema Aliran Kepercayaan: Kedudukan Hukum dan Strategi Dakwah.

Pengajian ini dihadiri sekitar 150 kader dan pengurus PP Muhammadiyah. Hadir sebagai pembicara, Pakar Hukum Pidana dari Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) Prof Syaiful Bakhri, Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah bidang Tarjih dan Tabligh Prof Yunahar Ilyas, dan juga Ketua Komisi Hukum dan Perundang-undangan MUI, Baharun.

Sementara, Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nasir tidak bisa hadir dalam diskusi bulanan tersebut, sehingga ia hanya bisa memberikan sambutan dalam bentuk tayangan video. Dalam sambutannya Haedar mengatakan bahwa tema aliran kepercayaan sangat penting untuk didiskusikan karena bukan lah hal yang sederhana.

"Tema Ini tentu menarik dan aktual dan akan dibahas secara khusus oleh para narasumber," ujar Haedar dalam sambutannya.

Menurut dia, aliran kepercayaan diangkat dalam pengajian ini karena munculnya keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang berkaitan dengan kolom agama dan aliran kepercayaan yang kemudian banyak diprotes oleh kalangan umat Islam dan umat beragama lainnya.

Haedar menuturkan, secara yuridis atau hukum memang keputusan MK terkait kolom agama tersebut sudah final dan tidak bisa dibatalkan. Namun, kata dia, perlu diingat bahwa persoalan agama merupalan persoalan yang sangat fundamental baik bagi umat bergama maupun bagi kehidupan bangsa indonesia.

"Karena itu, keputusan hukum tidak boleh menciderai eksistensi agama dan umat beragama di Indonesia. Produk hukum seperti putusan MK sekalipun secara substantif tidak boleh mengurangi, apalagi menghilangkan jiwa, roh, dan pemikiran, sampai pada eksistensi agama dan umat beragama," kata Haedar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement