REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Politikus Gerindra DKI Jakarta Syarif menolak wacana pemilihan gubernur Jakarta dikembalikan ke DPRD yang dilontarkan Gubernur Djarot Saiful Hidayat. Dia menilai pemikiran itu adalah bentuk kemunduran dalam kehidupan berdemokrasi.
"Itu kemunduran demokrasi dong, sudah capek kita menata dan mengembangkan demokrasi selama 19 tahun," kata dia kepada Republika, Kamis (21/9).
Syarif mengatakan, alasan kegaduhan seperti yang disebut Djarot tidak substantif dan mendasar. Dia menyebut tak ada kegaduhan dalam Pilkada DKI Jakarta yang berlangsung beberapa waktu lalu. Yang terjadi hanyalah perbedaan pilihan dan merupakan hal yang wajar.
Menurutnya, kerasnya kontestasi Pilkada DKI 2017 adalah bagian dari pendidikan demokrasi. Sebagai sekretaris Tim Kampanye Anies-Sandi, Syarif menilai tak ada kegaduhan selama perebutan kursi nomor satu di Ibu Kota tersebut.
"Yang ada hanya perbedaan pilihan saja, kompetisi. Kalau kompetisi keras wajar saja," ujar Sekretaris Komisi A DPRD DKI Jakarta itu.
Sebelumnya, Djarot melontarkan wacana revisi UU Nomor 29 Tahun 2017 tentang DKI Jakarta. Mantan wali kota Blitar ini mengusulkan revisi terkait pemilihan gubernur untuk dikembalikan ke DPRD. Dia menilai, one man one vote tidak berarti harus pemilihan secara langsung.
Djarot mengatakan, pemilihan gubernur DKI secara langsung sangat rawan gaduh. Selain itu, kekhawatiran terjadinya gesekan di akar rumput juga menjadi pertimbangan. Djarot menganggap, pemilihan gubernur DKI oleh DPRD bisa meminimalisir potensi-potensi buruk tersebut.
"Maka dari itu, apakah tidak mungkin kepala daerah cukup dari DPRD dan diajukan lewat presiden. Nanti wagub pilih sendiri supaya klop," ujar dia di Balai Kota, Rabu (20/9).