Jumat 08 Sep 2017 21:55 WIB

Pajak Buku yang Tinggi Dinilai Matikan Dunia Kepenulisan

Rep: Taufiq Alamsyah Nanda/ Red: Karta Raharja Ucu
Membaca buku. Ilustrasi
Foto: Boldsky
Membaca buku. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --- Penerbit Republika menyayangkan hengkangnya penulis kondang Terre Liye dalam dunia penerbitan buku. Di stan Republika di Indonesia International Book Fair (IIBF) 2017 buku Terre Liye juga tidak terlalu banyak terjual karena diskon yang kecil.

"Orang Indonesia masih mencari buku-buku murah," ujar Awod Said, GM Marketing Penerbit Republika pada Jumat (8/9).

Awod mengungkapkan, tadinya Republika berharap pada buku-buku Terre Liye. Namun ternyata Terre Liye juga tidak terlalu banyak terjual.

Ada banyak faktor yang menyebabkan hal tersebut. Pertama karena stan Republika memperkecil diskon. Kedua, dengan kecil diskon orang kemudian melihat tidak ada bedanya di toko-toko buku lain.

"Waktunya pun sudah menjelang pertengahan bulan, sehingga pengeluaran orang untuk membeli buku, relatif masih lebih sedikit dibandingkan di akhir dan awal bulan," ungkap staf bagian hukum dan organisasi IKAPI pusat periode 2005-2013 tersebut.

Awod menjelaskan alasan diskon untuk buku Terre Liye karena untuk menyimpan stok selama empat bulan ke depan. Kontrak buku Terre Liye akan berakhir pada Desember 2017.

"Kalau kita memberi diskon yang terlalu besar, sayang sekali. Karena orang akan banyak mencari, buku ini akan jadi mahal. Jadi mudah-mudahan target kita sampai Desember akan habis," harap Awod.

Dengan berhentinya Terre Liye dari dunia penerbitan, bukan hanya disayangkan oleh Republika. Namun juga dunia perbukuan.

"Di mana perhatian pemerintah masih kurang. Di beberapa negara, seperti Malaysia saja sudah menerapkan no tax for knowledge. Di kita belum ada. Semua rantai penerbitan dikenai pajak," keluh Awod.

Sementara buku adalah media dalam rangka mencerdaskan bangsa. Maka kemudian lahirnya buku-buku baru yang bisa melahirkan gagasan baru untuk Indonesia.

Dengan pajak seperti itu, tidak ada intensif yang menarik. Seharusnya pemerintah dapat menghapus atau setidaknya memperkecil pajak buku.

Agar kemudian kreativitas penulis untuk menulis buku dapat meningkat. Dengan pengenaan pajak progresif sampai 30 persen untuk penulis, dunia kepenulisan menjadi tak menjanjikan. "Itu yang mematikan dunia penulisan. Kita menangis, karena akan semakin berkurang penulis-penulis produktif," tutup Awod.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement