REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Polisi sebut ekonomi menjadi motif kelompok pembuat jasa konten bermuatan kebencian dan kebohongan terkait Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan (SARA), Saracen. Kepolisian melihat Saracen memiliki motif ekonomi kelompok ini bekerja berdasarkan ideologi pasar yakni adanya permintaan dan penawaran.
Analis Kebijakan Madya bidang Penerangan Masyarakat Divisi Hubungan Masyarakat Mabes Polri Komisaris Besar Sulistyo Pudjo Hartono mengatakan, berdasarkan fakta di lapangan, anggota ini bekerja didorong dengan motif ekonomi. Walaupun kelompok ini memilih nama Saracen, yang kerap digunakan oleh penulis Eropa pada abad pertengahan untuk merujuk pada Muslim Arab, motif ekonomi yang menjadi arah mereka membuat kelompok ini.
“Ideologi yang mengendalikan pasar,” ujar Pudjo dalam diskusi bertema Saracen dan Wajah Medsos Kita, di Jakarta, Sabtu (26/8).
Ia mengatakan kepolisian melihat kelompok jasa penyebar dan pembuat konten ujaran kebencian ini bisa bertahan karena tiga faktor. Pertama, pengembangan teknologi informasi dan komunikasi. Kedua, faktor ilmu jiwa yang mampu membaca psikologi masyarakat. Ketiga, kemampuan manajemen untuk memberikan konten pada pengikut militan.
“Tak mungkin dilakukan orang dengan kecerdasan rata-rata. Karena (Saracen) bisa lihat pangsa pasar,” kata dia.
Pudjo menuturkan kepolisian sudah memetakan berbagai konten di media sosial sejak setahu lalu. Beberapa bulan terakhir, pemetaan mulai mengerucut dan menghubungkan berbagai kelompok di sejumlah kota yang menamakan dirinya Saracen.
Ia menyebut, kepolisian mendapat berbagai bukti digital berukuran 100 GB. Namun, dari bukti itu penyidik masih berupaya membongkar dan menyelidiki sebanyak 25 GB. Pudjo beralasan kepolisian butuh menelaah bukti satu per satu.
Ia menambahkan saat ini kepolisian masih menyelidiki lebih lanjut ihwal kelompok Saracen itu. Termasuk keterkaitannya dengan ideologi tertentu.
Polisi mengamankan tiga orang yakni MFT (43 tahun), JAS (32), dan SRN (32) yang memiliki peran yang berbeda dan ditangkap di tiga lokasi berbeda. Masing-masing memiliki peran yang berbeda-beda, misalnya, MFT merupakan ketua grup Saracen, berperan merekrut para anggota menggunakan daya tarik berbagai unggahan yang bersifat provokatif menggunakan isu SARA sesuai perkembangan tren media sosial.
JAS (32) yang ditangkap di Pekanbaru, Riau, dipercaya oleh kelompok karena memiliki kemampuan untuk memulihkan akun anggotanya yang diblokir. Selain itu JAS juga membuat berbagai akun baik yang bersifat real atau menggunakan identitas asli, semi-anonymous atau separuh nyata dan separuh anomin alias tidak menggunakan identitas, maupun anonymous atau tidak menggunakan identitas asli.
SRN (32) yang ditangkap di Cianjur, Jawa Barat, berperan sebagai Koordinator Grup Wilayah dan melakukan ujaran kebencian dengan melakukan posting atas namanya sendiri maupun membagikan ulang posting dari anggota Saracen lain yang bermuatan penghinaan dan SARA.