REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Komunis Vietnam (PKV) Nguyen Phu Trong direncanakan akan melakukan kunjungan ke elite politik Indonesia. Hal itu dikhawatirkan dapat dijadikan komoditas politik oleh lawan politik Presiden Joko Widodo (Jokowi) karena dianggap dekat dengan negara komunis.
"Pihak kepresidenan menyatakan itu adalah hal yang biasa, saya juga melihat memang tak ada yang salah. Namun ingat, kunjungan tersebut bisa digoreng oleh lawan politik (Jokowi)," ungkap pengamat politik dari Voxpol Center Research and Consulting Pangi Syarwi Chaniago kepada Republika.co.id, Senin (21/8).
Pangi mengakui, memang tidak ada larangan bangsa Indonesia menerima kunjungan PKV. Akan tetapi, hal tersebut dapat berakibat merugikan citra Jokowi. Menurut dia, sudah rahasia umum belakangan ini Jokowi lebih dekat hubungannya dengan negara komunis.
"Chemistry dengan negara komunis seperti Cina dibandingkan dengan negara Amerika Serikat (lebih kuat). Buktinya, lebih banyak MoU dan kerjasama dengan Cina belakangan ini," jelas dia.
Kunjungan tersebut juga secara tak langsung dapat merusak citra Jokowi. Sehingga, citra orang nomor satu di Indonesia itu terkesan negatif. Pengertian dari pertemuan itu dapat bermacam-macam tiap orang. Pesan politiknya juga akan berbeda-beda dalam menanggapinya.
"Kalau tidak dikelola dengan baik, maka kunjungan PKV menemui Presiden bisa memantik spekulasi liar. Bisa punya pesan politik yang merugikan citra Jokowi itu sendiri," tambah dia.
Sebelumnya, Trong dijadwalkan akan bertemu dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Kunjungan resmi ke Indonesia tersebut akan dilakukan pada 22-24 Agustus 2017. Rencananya, selain bertemu dengan Presiden Jokowi, Sekjen Partai Komunis Vietnam tersebut juga akan bertemu dengan pimpinan DPR, DPD, dan MPR.
Staf Khusus Presiden bidang Komunikasi Johan Budi pun menilai kunjungan ini tak perlu dipersoalkan. Sebab, partai tersebut juga merupakan partai mayoritas di Vietnam.