Selasa 15 Aug 2017 15:08 WIB

Rencana Pembatasan Motor di Jakarta Bisa Sia-Sia, Kenapa?

Rep: Mas Alamil Huda/ Red: Nur Aini
 Sebuah sepeda motor dengan bermuatan tumpukan kardus bekas melintas di kisaran fly over Senen Jakarta, Selasa (4/7).
Foto: Republika / Darmawan
Sebuah sepeda motor dengan bermuatan tumpukan kardus bekas melintas di kisaran fly over Senen Jakarta, Selasa (4/7).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI berencana menaikkan tarif parkir dan pembatasan motor beroperasi di jalan tertentu untuk menekan penggunaan kendaraan pribadi. Kebijakan ini dikritik lantaran tak diimbangi dengan penyediaan fasilitas transportasi publik yang memadai.

Pengamat tata kota dari Universitas Trisakti Nirwono Joga menilai rencana itu akan sia-sia jika tak dibarengi pembenahan di sektor lain. Ia meyakini pembatasan motor maupun menaikkan tarif parkir tak akan efektif untuk saat ini. Pemprov harus menyelesaikan dulu PR di sektor transportasi publik.

"Kenaikan tarif parkir, biaya balik nama, perluasan ganjil genap dan juga pembatasan kendaraan motor belum bisa efektif saat ini," kata dia kepada Republika.co.id, Selasa (15/8).

Nirwono memahami rencana berbagai kebijakan dimaksudkan untuk mengurangi penggunaan kendaraan pribadi. Namun, semua kebijakan itu akan berhasil jika seluruh angkutan massal terintegrasi dengan kereta api, MRT, LRT, Bus Transjakarta, angkutan kota hingga angkutan daring sebagai pengumpan dari luar ke pinggir hingga pusat kota.

Kedua, kata dia, yang tak kalah penting adalah penataan tata ruang kota seperti pertumbuhan pemukiman di pinggir hingga ke luar kota. Saat ini, kata dia, banyak yang semakin menjauh dari pusat kota lantaran mahalnya biaya rumah. Hal ini juga, menurutnya, perlu dipikirkan oleh pemerintah. "Dan itu justru semakin mbebani biaya transportasi dari rumah ke pusat kota," ujar dia.

Nirwono menambahkan, idealnya pemerintah harus mengembangkan padat dan terpadu di tengah kota menkadi kawasan terpadu atau transit oriented development. Sehingga, kata dia, masyarakat cukup berjalan kaki atau bersepeda di dalam kawasan saat berangkat ke kantor, sekolah maupun pasar. "Sementara mereka juga bisa menggunakan angkutan massal ke kawasan lainnya di tengah kota," katanya.

Sebelumnya, Pemprov DKI berencana memperluas larangan sepeda motor di Jalan Jenderal Sudirman hingga Bundaran Senayan. Gubernur DKI Djarot Saiful Hidayat mengatakan pelarangan ini bukanlah diskriminasi. Tujuan utamanya adalah agar warga memanfaatkan transportasi publik.

Pemprov juga berencana menaikkan 10 persen tarif parkir di Jakarta. Kenaikan tarif ini juga diharapkan dapat menekan jumlah penggunaan kendaraan bermotor. Selain itu, tarif pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN-KB) juga rencananya dinaikkan dengan tujuan yang sama.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement