Jumat 11 Aug 2017 13:44 WIB

KPK Masih Tunggu Surat Polri untuk Periksa Novel

Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan
Foto: Ist
Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih menunggu surat dari Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) terkait pemeriksaan penyidik KPK Novel Baswedan di Singapura. "Kami sekarang menunggu surat dari Polri karena untuk pemeriksaan itu ada surat yang perlu kami terima.," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Jumat (11/8).

Setelah menerima surat itu, KPK akan melakukan koordinasi dan mencari waktu untuk pemeriksaan. Ia mengatakan, KPK juga akan menyesuaikan waktu pemeriksaan tersebut karena dokter merencanakan operasi besar terhadap mata kiri Novel. "Tentu dokter yang bisa menentukan agar nanti lebih efektif proses pemeriksaannya," kata Febri.

Ia juga menyatakan pemeriksaan yang nantinya dilakukan Polri juga akan didampingi oleh KPK termasuk dari komisioner. "Tentu ada pendampingan dari KPK termasuk ada rencana komisioner juga akan ke sana," ucap Febri.

Ia pun menegaskan baik KPK dan Polri pada prinsipnya sudah berkoordinasi untuk pemeriksaan Novel tersebut. "Meskipun perlu dipahami pemeriksaan yang akan dilakukan ini formil. Jadi, jangan kemudian dipahami kalau pemeriksaan secara formil ini belum dilakukan, investigasi tidak bisa dilakukan itu dua hal yang berbeda karena pemeriksaan korban itu bukan syarat terhadap diungkapnya pelaku," tuturnya.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo meminta Kapolri Jenderal Tito Karnavian segera menuntaskan kasus penyiraman air keras terhadap penyidik KPK Novel Baswedan.  "Beliau (Presiden) memerintahkan agar dituntaskan sesegera mungkin. Itu perintah beliau, tapi tadi kami sudah sampaikan langkah-langkah yang kami lakukan, prinsipnya kami ingin sesegera mungkin. tapi kadang-kadang ada kendala," kata Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian di Kantor Presiden Jakarta, Senin (31/7).

Tito menyampaikan hal itu seusai bertemu dengan Presiden Joko Widodo untuk menunjukkan sketsa pelaku penyerangan Novel Baswedan yaitu pria dengan ciri-ciri tingginya sekitar 167-170 cm, berkulit agak hitam, rambut kriting dan badan cukup ramping. "Hingga hari ini ada 59 saksi yang sudah didengar keterangannya, kemudian ada lima orang yang sudah kita amankan," ungkap Tito.

Lima orang yang sudah diamankan Polri yaitu seseorang berinsial M, H, MAL, Miko dan terakhir Miryam S Haryani yaitu anggota DPR dari fraksi Partai Hanura. Setelah diperiksa, kelimanya tidak didapati hubungan dengan penyiraman Novel. "Sekitar 50 CCTV dalam radius 1 kilometer juga sudah kami dapatkan. Berikut ada beberapa sekitar 100 lebih toko kimia yang sudah kami datangi yang menjual H2SO4, ini juga masih dalam pengembangan kami," tambah Tito.

Namun, Tito meyakini tidak ada jenderal polisi yang terlibat dalam penyerangan Novel seperti diberitakan belakangan. "Tidak ada jenderal polisi karena keterangan dari 3 orang ini mereka tidak ada hubungannya dengan perkara dugaan penganiayaan ini. Setelah dicek alibi mereka detail jam per jam, menit per menit, jadi saya kira sutradara yang hebat pun akan sulit membuat alibi-alibi seperti itu," tambah Tito.

Tito pun mengaku bahwa kepolisian sudah menemukan saksi penting yang dapat mengungkap kasus ini. "Kami menemukan saksi yang cukup penting, tapi yang bersangkutan tidak ingin disebutkan namanya untuk keamanan yang bersangkutan. Dia melihat kira-kira lima menit sebelum peristiwa, ada orang yang berdiri di dekat masjid yang sosoknya mencurigakan dan diduga dia adalah pengendara sepeda motor penyerang," ungkap Tito.

Novel diserang dua orang bersepeda motor dengan air keras ketika dalam perjalanan pulang setelah menunaikan Shalat Subuh dari masjid dekat rumahnya pada Selasa (11/4). Novel adalah salah satu penyidik senior KPK yang antara lain menangani kasus korupsi dalam pengadaan KTP-elektronik (KTP-e).

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement