Senin 31 Jul 2017 22:29 WIB

Indonesia Butuh Tenaga Kerja Lulusan Profesional

Rep: Mutia Ramadhani/ Red: Muhammad Fakhruddin
Bursa tenaga kerja.  (ilustrasi)
Foto: Republika/Prayogi
Bursa tenaga kerja. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,DENPASAR -- Lulusan pendidikan vokasi menjawab tantangan dunia kerja dalam negeri saat ini. Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land, Cosmas Batubara mengatakan Indonesia menghadapi tantangan untuk meningkatkan dunia pendidikan dan menyediakan angkatan kerja muda profesional dengan skil mumpuni.

Cosmas menjadi salah satu pembicara kunci dalam '2nd International Conference of Vocational Higher Education (ICVHE)' yang diadakan Universitas Indonesia di Sanur Paradise Hotel, Bali. Studi PwC tentang Ekonomi Dunia 2050 menyoroti Indonesia sebagai salah satu negara berkembang saat ini.

Studi tersebut menyebutkan Indonesia diperkirakan berada di peringkat keempat dari 10 negara ekonomi terbaik di dunia pada 2050. Indonesia saat ini termasuk negara dengan pendapatan domestik bruto (PDB) besar di dunia.

"Bangsa ini perlu bergerak cepat meningkatkan keterampilan SDM-nya. Pendidikan tinggi berperan penting memberikan tenaga kerja profesional berkualitas," kata Cosmas, Jumat (28/7).

Sistem pendidikan tinggi di Indonesia umumnya mengikuti dua jalur, pendidikan tinggi umum dengan pendidikan tinggi vokasi. Pendidikan tinggi umum sejauh ini masih jalur paling diminati pelajar di Indonesia.

Orang tua selalu mendorong anak-anaknya memasuki pendidikan tinggi formal dengan harapan anak mereka lulus dengan kemampuan akademis baik dan mendapatkan pekerjaan baik. Meski demikian, kata Cosmas hal itu tak selalu terjadi sebab banyak lulusan tidak lulus dari institusi berkualitas.

Pemerintah mengalokasikan 20 persen APBN untuk pendidikan. Anggaran banyak ini secara absolut tidak cukup memberi pendidikan terbaik bagi masyarakat. Indonesia saat ini memiliki 4.350 institusi pendidikan tinggi di mana 370 di antaranya milik negara.

"Sayangnya, jika kita melihat The World University Ranking versi Times Higher Education, hanya satu universitas saja di Indonesia yang berada di peringkat 200 besar di Asia, yaitu UI," kata Cosmas.

Indonesia juga masih tertinggal dibanding negara tetangga. Salah satu alasan ketertinggalan ini, menurut Cosmas adalah institusi pendidikan tinggi kekurangan tenaga pengajar berkualitas. Hanya 12-14 persen dosen yang benar-benar memegang gelar doktor, dan hanya lima ribu profesor yang mengajar di berbagai universitas di Indonesia.

Jerman menjadi contoh negara yang mengembangkan pendidikan vokasi terbaik di dunia. Sistem pendidikan vokasi mereka menggunakan model dual system yang memungkinkan pelatihan diberikan perusahaan.

Indonesia bisa menyerap pengalaman Jerman dengan melibatkan dunia usaha lebih banyak untuk mendidik anak-anak. Dunia usaha bisa menyediakan tempat latihan dan memberi kesempatan anak didik melakukan kerja praktik sehingga mengembangkan lulusan yang terampil juga profesional.

Pendidikan vokasi di Jerman, kata Cosmas juga berhasil sebab kuatnya kemitraan pemerintah dan swasta yang saling menguntungkan. Sistem ini menciptakan pasar dunia kerja sekaligus meningkatkan keterampulan profesional dan skil sosial. Kerja sama ini bagi pemerintah bisa mengurangi biaya untuk pelatihan vokasi.

"Selain studi formal, saya menilai lulusan kompeten itu hanya bisa terampil jika mereka memiliki akses ke dunia kerja sebenarnya," kata Cosmas.

Dapat mengunjungi Baitullah merupakan sebuah kebahagiaan bagi setiap Umat Muslim. Dalam satu tahun terakhir, berapa kali Sobat Republika melaksanakan Umroh?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement