REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Eks wali kota Semaramg, Hevearita Gunaryanti Rahayu atau Ita dan suaminya, Alwin Basri, yang merupakan mantan ketua Komisi C DPRD Jawa Tengah (Jateng), disebut menerima uang setoran sebesar Rp3,08 miliar dari para pegawai negeri di Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Semarang. Hal itu terungkap dalam persidangan perdana dugaan korupsi di lingkup Pemkot Semarang dengan Ita dan Alwin sebagai terdakwa.
Dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Tipikor Semarang pada Senin (21/4/2025), dua Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), memaparkan konstruksi tiga kasus dugaan korupsi yang melibatkan Ita dan suaminya Alwin. Salah satu kasus yakni terkait adanya dugaan praktik semacam pemerasan yang dilakukan Ita dan Alwin kepada para pegawai di Bapenda Kota Semarang.
JPU mengungkapkan, pada Desember 2022, bertempat di Kantor Wali Kota Semarang, Indriyasari, yang menjabat sebagai Kepala Bapenda Kota Semarang, mengajukan draf Surat Keputusan Wali Kota Semarang tentang Alokasi Besaran Insentif Pemungutan Pajak dan/atau Tambahan Penghasilan Bagi Pegawai Aparatur Sipil Negara Pemerintah Kota Semarang Berdasarkan Pertimbangan Objektif Lainnya Berupa Insentif Pemungutan Pajak Untuk Triwulan IV (sampai dengan 15 Desember 2022) Tahun Anggaran 2022 kepada Ita. Sebagai wali kota, Ita berwenang menetapkan penerima dan besaran pembayaran insentif pemungutan pajak serta retribusi daerah.
Draf yang diserahkan Indriyasari diterima oleh Endang Sri Rejeki selaku Kepala Sub Bagian Perencanaan Produk Hukum Penetapan pada Bagian Hukum Pemkot Semarang. "Selanjutnya Terdakwa I (Ita) memanggil Endang Sri Rejeki dengan menyampaikan mengapa dalam hitungan nilai penerimaan insentif, bagian dari Terdakwa I lebih kecil daripada bagian dari Sekretaris Daerah Kota Semarang dan menolak menandatamgani surat keputusan tersebut," kata JPU saat membacakan dakwaannya.
Endang kemudian menyampaikan penolakan Ita kepada Indriyasari. Selanjutnya Indriyasari, Endang, dan beberapa pegawai lainnya menghadap Ita untuk membahas hal tersebut, termasuk menjelaskan dasar hukumnya. Namun Ita tetap menolak menandatangani draf surat keputusan yang sebelumnya telah diserahkan padanya.
Pada 22 Desember 2022, Indriyasari kembali menghadap Ita dan menjelaskan bahwa Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) yang diterima para pegawai Bapenda Kota Semarang nilainya lebih kecil dibandingkan Ita. "Terdakwa I menyampaikan kalimat 'Kok sak mono (kok segitu)?', sehingga Indriyasari menyampaikan kepada Terdakwa I jika pegawai Bapenda Kota Semarang yang menerima insentif pemungutan pajak mengumpulkan uang 'iuran kebersamaan'," kata JPU.
Kepada Ita, Indriyasari menyampaikan bahwa iuran kebersamaan yang telah dikumpulkan para pegawai Bapenda Kota Semarang mencapai Rp800-Rp900 juta. Angka itu dituliskan Indriyasari di atas secarik kertas.
"Selanjutnya Terdakwa I menyampaikan 'Yowis to' sambil melihat tulisan di kertas tersebut dan Terdakwa I menuliskan angka '300' yang maksudnya adalah Terdakwa I meminta uang sejumlah Rp300 juta dari uang iuran kebersamaan tersebut," ucap JPU.
Menurut JPU, pegawai Bapenda Kota Semarang yang menerima insentif pemungutan pajak dan retribusi daerah memang berinisiatif menghimpun iuran kebersamaan. Tujuan iuran tersebut adalah untuk membiayai keperluan-keperluan pegawai di luar yang telah dianggarkan, seperti kegiatan dharma wanita, rekreasi bersama, bingkisan hari raya, membeli batik, kostum olah raga, dan lain-lain.