REPUBLIKA.CO.ID, AMBON -- Kartini menjadi simbol perempuan berdaya yang berpikiran visioner, membangun bangsa, dan menghadirkan perubahan. Jasad Kartini memang sudah terpendam, tapi ruhnya selalu hidup membersamai perjuangan setiap wanita Indonesia memajukan negeri yang dicintai.
Langit Kota Ambon yang jingga kemerahan memberikan panorama indah tatkala empat besi raksasa perajut pulau-pulau di Maluku bersandar pada dermaga Yos Sudarso.
Tepat di tengah gugusan kapal yang berjejer, Kapal Sabuk Nusantara (Sanus) 71 sedang rehat dari pelesiran 10 hari mengelilingi lautan Maluku.
Seorang wanita berdiri dengan sigap di anjungan kapal, matanya tajam memperhatikan keadaan sekitar seolah mendominasi perairan. Dari seragam yang dipakainya menunjukkan dialah nakhoda Sabuk Nusantara 71.
Posturnya tegap meski tak terlalu tinggi. Rambut model yongen jadi ciri khasnya sehingga mudah dikenali. Dialah Kapten Lenny Sitorus, perempuan yang menjadi satu-satunya nakhoda kapal yang beroperasi di wilayah kepulauan Maluku.
Namanya terdengar tak Timur, tapi siapa sangka perempuan Batak kelahiran Medan 47 tahun silam ini sudah sangat akrab dengan ombak dan karang di lautan Maluku.
Perjalanan Kapten Lenny untuk menjadi seorang Nakhoda kapal tentunya tak diraih dengan mudah. Di saat perempuan kebanyakan lebih memilih profesi yang “halus”, Sitorus gigih mengenyam pendidikan dan menelan pengalaman untuk meraih cita-citanya itu.
Selalu belajar, haus ilmu
Menyimak latar belakang pendidikannya, ibu empat anak ini memiliki berjajar gelar di belakang namanya.
Setelah lulus dari Akademi Maritim Indonesia Medan pada tahun 2000, bersama rekan sejawat dirinya mengikuti Praktek laut (Prala).
“Tidak ada tawar menawar untuk Prala jika ingin menjadi nakhoda kapal,” ujarnya.