Rabu 28 Jun 2017 12:53 WIB

Pengamat Sebut KPK Lakukan Demoralisasi Penegakan Hukum

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Ratna Puspita
Suasana sidang dengan terdakwa dugaan kasus korupsi KTP-Elektronik Irman (kanan) dan Sugiharto (kiri) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta. (Ilustrasi)
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Suasana sidang dengan terdakwa dugaan kasus korupsi KTP-Elektronik Irman (kanan) dan Sugiharto (kiri) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta. (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Hukum Pidana Firman Wijaya menyebutkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan demoralisasi atau kemerosotan moral dalam penegakan hukum dengan cara menyebutkan nama-nama yang belum jadi tersangka dalam surat dakwaan.

Firman mengatakan penyebutan nama yang belum bisa dipastikan keterlibatannya dalam sebuah kasus korupsi akan menimbulkan efek yang luar biasa. Jika nama-nama yang disebut itu tidak menjadi tersangka tapi sudah menjadi muncul di pemberitaan maka bakal berakibat pada kehidupan yang bersangkutan.

Firman pun menyatakan penyebutan nama-nama tersebut mempunyai daya bias yang besar. Daya bias yang besar, yaitu publik akan mengaitkannya dengan kasus tertentu kendati tidak terbukti terlibat.

Menurut Firman, hingga saat ini belum ada regulasi yang mengatur soal rehabilitasi atau pemulihan nama yang disebut dalam dakwaan tapi tidak menjadi tersangka. Seharusnya, menurut Firman, ada regulasi yang memberikan keseimbangan antara penegakan hukum dan hak orang yang disebutkan namanya.

"Karena kalau nama sudah disebut, nama jadi berita tapi tidak jadi tersangka, tidak jadi terdakwa, itu implikasinya luar biasa. Makanya perlu menjaga agar tidak terjadi yang namanya error injudgement," ujar dia, Rabu (28/6).

Dia pun menyarankan pemerintah untuk merumuskan aturan terkait hal tersebut secara tepat. Di beberapa negara, Firman menerangkan, ada perlakuan untuk merehabilitasi nama-nama yang telah disebut dalam surat dakwaan.

Walaupun, Firman mengakui memang sulit memulihkan nama-nama yang disebut dalam surat dakwaan yang akhirnya tidak menjadi tersangka ataupun terdakwa. "Demoralisasi terhadap orang yang disebut namanya itu implikasinya demikian besar, kalau itu terjadi sulit memulihkannya," kata direktur Lembaga Bantuan Hukum Fakultas Hukum pada Universitas Islam As-Syafi'iyah ini.

Firman mencontohkan soal penyebutan nama-nama dalam surat dakwaan untuk terdakwa dugaan korupsi pengadaan KTP-Elektronik, Irman dan Sugiharto. Ada banyak pejabat yang disebut menerima aliran dana dalam dakwaan itu.

Jika nama-nama yang disebut tidak terbukti dan tidak menjadi tersangka maka akan berakibat pada kehidupan pihak-pihak yang disebut itu. Menurut Firman, awal pengguliran hak angket untuk KPK terkait penyebutan nama-nama tersebut.

"Misleading peradilan ini melahirkan berbagai persoalan. Memunculkan reaksi DPR dengan hak angket. Itu adalah semata-mata respon karena terjadinya misleading error injudgement bahkan demoralisasi lembaga itu yang menjadi soal," ujar dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement