Rabu 14 Feb 2018 17:45 WIB

Pansus Angket Minta KPK Perbaiki Tata Kelola SDM

Tata kelola menjadi salah satu yang disoroti Pansus Angket dalam rekomendasinya.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Bayu Hermawan
Suasana sidang paripurna ke-18 di Komplek Parlemen, Senayan, Rabu (14/2)
Foto: Febrianto Adi Saputro
Suasana sidang paripurna ke-18 di Komplek Parlemen, Senayan, Rabu (14/2)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Panitia Khusus Angket terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah membacakan laporan dan rekomendasi Pansus Angket dalam rapat paripurna DPR pada Rabu (14/2). Aspek keempat yang disoroti Pansus Angket yakni terkait tata kelola sumber daya manusia (SDM) di KPK.

Ketua Pansus Angket Agun Gunandjar Sudarsa menyatakan Pansus meminta agar KPK memperbaiki tata kelola SDM dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan di bidang SDM/kepegawaian. Baik itu UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), maupun Undang undang yang mengatur soal kepolisan dam kejaksaan.

"KPK juga harus memperhatikan aturan yang ada dalam UU Kejaksaan dan UU Kepolisian karena pegawai KPK ada yang berasal dari Kejaksaan dan Kepolisian," ujar Agun di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Rabu (14/2).

Itu karena, berdasarkan praktik dan temuan fakta Pansus Angket, KPK belum sepenuhnya memberlakukan perundang-undangan terkait aparatur sipil negara, kepolisian, dan kejaksaan. Setelah juga ditemukan ketidaksinkronan pengaturan mengenai SDM KPK dengan peraturan perundang-undangan terkait aparatur sipil negara, kepolisian, dan kejaksaan.

"Kita minta kepada KPK agar semakin transparan dan terukur dalam proses pengangkatan, promosi, mutasi, rotasi, hingga pemberhentian SDM KPK dengan mengacu pada undang-undang yang mengatur tentang aparatur sipil negara, kepolisian, dan kejaksaan," kata Agun.

Ia melanjutkan, terkait dengan penanganan pelanggaran kode etik pegawai KPK, Komite Etik dan Dewan Pertimbangan Pegawai (DPP) KPK juga belum bekerja secara optimal. Sehingga Pansus menilai perlu penanganan yang lebih optimal terhadap Penyidik KPK yang melanggar kode etik dan seperti apa bentuk penindakannya.

Tak hanya itu, KPK juga belum dapat menciptakan solidaritas dan menjalin komunikasi yang baik antar pegawai. Sehingga hal tersebut dapat menimbulkan conflict of interest antar pegawai KPK.

"Ini secara tidak langsung dapat mempengaruhi kinerja KPK dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. KPK harus dapat menerapkan manajemen konflik secara tepat di dalam tata kelola SDM agar kinerja antar SDM dapat saling bersinergi dan berintegrasi," ujar Agun.

Hari ini Rapat Paripurna DPR resmi menyetujui laporan akhir serta rekomendasi Panitia Angket DPR RI tentang Pelaksanaan Tugas dan Kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi. Setidaknya empat aspek yang menjadi rekomendasi Pansus Angket terhadap KPK mulai dari kelembagaan, kewenangan, tata kelola Sumber Daya Manusia dan anggaran.

Sebelum laporan Pansus Angket  disetujui, Ketua DPR sekaligus Pimpinan sidang paripurna Bambang Soesatyo terlebih dahulu menanyakan kepada peserta rapat paripurna apakah menyetujui laporan dan rekomendasi hasil Pansus Angket KPK. Hampir semua fraksi menyetujui, namun dua fraksi yakni F-PKS dan F-Demorkat konsisten untuk tidak berpendapat atas laporan tersebut.

Fraksi PKS yang diwakili oleh Ketua Fraksi PKS Jazilul Juwaini menegaskan konsistensi dari fraksinya yang sejak awal tidak tergabung dalam Pansus Angket KPK.

"Demi menjaga konsistensi dan komitmen, kami tidak setuju adanya pansus dan tidak mengutus dan tidak ikut membahas hal-hal di pansus angket. Karena itu, kami tidak akan beri pendapat," ujar Jazuli.

Begitu pun Partai Demokrat diwakili Duduk Mukrianto meski menghormati kerja Pansus Angket DPR terhadap KPK namun partainya tidak bertanggungjawab atas laporan Pansus Angket tersebut.

"Sejak awal kami berpendapat tak setuju dan tak kirim wakil kami, dengan kerendahan hati tanpa kurangi rasa hormat, F-Partai Demokrat tak ikut jadi bagian untuk ambil tanggung jawab," kata Didik.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement