Jumat 07 Apr 2017 06:51 WIB

LPSK Dorong Pemerintah Serius Menolong Para Korban Teroris

Rep: Mabruroh/ Red: Andi Nur Aminah
Ketua Lembaga Perlindunghan Saksi dan Korban (LPSK) Abdul Haris Semendawai
Foto: Republika/Yogi Ardhi
Ketua Lembaga Perlindunghan Saksi dan Korban (LPSK) Abdul Haris Semendawai

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ribuan korban tindak pidana terorisme masih belum mendapatkan haknya dari negara. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mendorong agar pemerintah lebih serius lagi dalam membantu para korban ini.

Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai mengatakan hingga saat ini korban belum seutuhnya memperoleh hak-hak yang harusnya mereka dapatkan. Karena menurut Haris, proses menuju pemenuhan hak itu ternyata tidaklah mudah.

"Pertama perlu ada perbaikan perundangan, yang kedua perlu anggaran yang disiapkan, ketiga ada komitmen dari seluruh pejabat pegawai pemerintahan untuk membayarkan kerugian yang diderita oleh korban," beber Haris melalui sambungan telepon di Jakarta, Kamis (6/4).

Haris menegaskan yang paling penting adalah komitmen yang dimiliki oleh Pemerintah Indonesia. Jika komitmen mereka kuat untuk menyediakan pemenuhan hak-hak itu maka seluruh korban terorisme dapat dirangkulnya.

"Mereka (korban) ini punya sejumlah hak, hak atas perlindungan, hak atas rehabilitasi ini menyangkut fisik, dan ada hak menyangkut psikologis dan psikososial," jelas Haris.

Hukum Indonesia menyebutkan negara hanya akan memberikan sebuah konpensasi kepada para korban jika pelaku tindak pidana terorisme itu tidak mampu membayar. Sayangnya proses pengajuan hak tersebut tidak diatur, kepada siapa mereka mendapatkan konpensasi, mendapatkan haknya.

"Ini yang menghambat, bagaimana pembayaran kerugian korban, siapa yang harus membayar, misalnya (putusan) pengadilan dapat ganti rugi Rp 10 juta, dan negara, lembaga negaranya yang mana, disiapkan atau tidak, itu perlu dipastikan," ungkapnya.

Dia mengatakan problem itu yang kemudian meskipun diatur dalam UU namun prakteknya belum ada lembaga negara yang mau memayungi hak-hak para korban. Apakah harus Kementerian Ketenagakerjaan ataukah harus Kementrian Sosial yang peduli kepada nasib korban selanjutnya.   

"Misalnya peristiwa bom itu menyebabkan korban kehilangan pekerjaan, tidak bisa bekerja karena anggota badan yang ada tidak berfungsi. Ini perlu ada skema bantuan, sayangnya kementerian sampai sekarang belum ada program yang disediakan untuk korban kejahatan," jelas dia.

Kendati demikian, dia menuyebut pemerintah tengah berupaya untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan itu dengan terus melakukan evaluasi. Perlindungan dan pemenuhan hak korban kini tengah diajukan dalam revisi UU terorisme yang nasib pembahasannya masih berada di tangan DPR RI.

Dia menambahkan jangan sampai warga negara Indonesia justru meminta bantuan negara lain. Karena mereka telah lebih dulu menyiapkan anggaran untuk para korban. "Secara khusus (Indonesia) belum ada disediakan untuk membayar kompensasi, itu juga yang mempertanyakan, makanya pemerintah harus secara sungguh-sungguh mengalokasikan (dana). Negara lain saja menyediakan loh," kata dia.

 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement