REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA - Angka Prevalensi penyalahgunaan narkotika pada kelompok pelajar dan mahasiswa yang pernah pakai dan setahun pakai menurun dalam sepuluh tahun terakhir. Jika pada 2006 jumlahnya mencapai 8,1 persen, maka pada 2016 menurun lebih dari setengahnya menjadi 3,6 persen.
Hal itu dikemukakan Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Budi Waseso dalam sambutannya yang dibacakan Deputi Rehabilitasi BNN Arif Wicaksono pada saat pembukaan International Meeting on Drug Demand Reduction, Senin (3/4).
Menurut BNN, pencegahan dan rehabilitasi merupakan salah satu upaya kunci dalam menurunkan prevalensi penyalahgunaan narkotika. Pada bidang pencegahan, Indonesia banyak menerapkan program dan kegiatan yang mengacu pada strategi yang dikeluarkan PBB melalui UNODC (upaya pencegahan berbasis komunitas sekolah dan tempat kerja).
Sementara itu dalam bidang rehabilitasi, sejak 2014 Pemerintah Indonesia berupaya mendorong sistem peradilan pidana untuk menempatkan pengguna yang terlibat proses hukum tidak di penjara, melainkan pada lembaga rehabilitasi. Sejak 2015 dilakukan peningkatan jumlah layanan rehabilitasi, baik pada institusi pemerintah maupun lembaga yang dimiliki masyarakat. Pemerintah juga mengalokasikan subsidi pembiayaan perawatan.
Hal senada juga dikemukakan Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubuwono X dalam sambutannya yang dibacakan Wakil Gubernur DIY Paku Alam X. Menurut Sri Sultan, pencegahan terjadinya penyalahgunaan narkotika dapat dilakukan dengan meningkatkan kapasitas kelembagaan lintas bidang terkait, meningkatkan kualitas individu aparat, serta menumbuhkan kesadaran, kepedulian, dan peran aktif seluruh komponen masyarakat.
"Yang tidak kalah penting yaitu adanya peran media massa untuk membangun gerakan bersama guna mengatasi persoalan tersebut. Serta harus kita jelaskan kenapa media massa peran penting untuk terlibat serta perubahan apa yang akan muncul jika terlibat, termasuk bagaimana mereka bisa terlibat," kata Sri Sultan.