Senin 20 Feb 2017 20:07 WIB

KPK Apresiasi Pencabutan Hak Politik Irman Gusman

Jubir KPK Febri Hendri
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Jubir KPK Febri Hendri

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi mengapresiasi pencabutan hak politik mantan Ketua Dewan Perwakilan Daerah Irman Gusman oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat.

"Untuk pencabutan hak politik terhadap terdakwa, tentu kita perlu apresiasi putusan hakim," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Senin (20/2).

Pada hari ini (Senin) majelis hakim Pengadilan Tipikor di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Pusat), memvonis Irman selama 4 tahun dan 6 bulan penjara ditambah denda Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan ditambah pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 3 tahun setelah menjalani pidana pokoknya karena dinilai terbukti menerima Rp100 juta dari pemilik CV Semesta Berjaya, Xaveriandy Sutanto dan Memi.

"Terkait dengan vonis pengadilan tipikor terhadap Irman Gusman, KPK akan mempertimbangkan apakah melakukan upaya hukum banding atau tidak. Kami akan pikir-pikir dalam waktu sekitar 7 hari," ujar Febri

Menurut Febri, sudah ada sejumlah terdakwa yang juga dikenakan pencabutan hak politik mulai dari yang dicabut tanpa batas waktu hingga dalam jangka waktu tertentu.

"Namun cenderung bukan di tahap awal, di tingkat pengadilan negeri, majelis hakim pernah memutus pencabutan hak politik pada terdakwa Rachmat Yasin selama 2 tahun, melalui putusan pengadilan tipikor pada PN Bandung pada tanggal 24 November 2014," tambah Febri.

Artinya pencabutan hak politik Irman di tingkat pengadilan pertama di PN Jakpus adalah kali pertama dilakukan.

Sejumlah terdakwa yang dicabut hak politik di tingkat pengadilan tinggi dan kasasi adalah mantan presiden PKS Luthfi Haasn Ishaaq, mantan Ketua Partai Demokrat Anas Urbaningrum, mantan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah, mantan Bupati Tapanuli Tengah Bonaran Situmeang, mantan Bupati Karawan Ade Swara, mantan Wali Kota Palembang Romi Herton, mantan Gubernur Riau Rusli Zainal dan mantan Bupati Bangkalan Fuad Amin.

"KPK memandang pencabutan hak politik bagi pelaku yang melakukan korupsi terkait posisi dan jabatan politik, terutama yang dipilih oleh masyarakat untuk menduduki jabatan tersebut merupakan sesuatu yang penting diterapkan secara konsisten," tambah Febri.

Dalam menuntut pencabutan hak politik, KPK telah mendasarkan pada dua UU, yaitu Pasal 35 dan Pasal 38 KUHP serta Pasal 18 ayat (1) huruf d UU No. 31 Tahun 1999.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement