Senin 13 Feb 2017 17:24 WIB

Cerita Habibie Sempat Bekerja di Perusahaan Pembuat Pesawat Airbus

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Nur Aini
 Presiden Indonesia ke tiga BJ Habibie (kiri) menjadi pembicara dalam Presidential Lecture di Gedung BI, Jakarta, Senin (13/2).
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Presiden Indonesia ke tiga BJ Habibie (kiri) menjadi pembicara dalam Presidential Lecture di Gedung BI, Jakarta, Senin (13/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Profesor BJ Habibie mengaku sempat bekerja di perusahaan produsen pesawat asal Prancis, Airbus. Saat Habibie bekerja di Airbus, perusahaan tersebut masih berskala kecil.

"Setelah saya lulus S3, saya bekerja di industri yang kecil-kecil saja, yang buat pesawat sipil, bukan fighter. Perusahaan kecil itu adalah Airbus sekarang," ujar Presiden Republik Indonesia (RI) ketiga itu, saat memberikan kuliah umum, di Gedung Bank Indonesia, Senin, (13/2).

Meski bekerja di Airbus, Habibie menceritakan cita-citanya tetap ingin membangun industri dirgantara di Indonesia. Ia sadar hal itu tak mudah, karena memerlukan teknologi, banyak investasi, serta Sumber Daya Manusia (SDM) yang tak sembarangan.

Habibie mengungkapkan, ketika Presiden Indonesia kedua Soeharto memintanya kembali ke Indonesia, cita-citanya mulai terwujud. Saat menjabat sebagai Wakil Presiden, ia berhasil membangun industri dirgantara dengan membuka lapangan kerja untuk 48 ribu insinyur.

Meski sempat mewujudkan cita-citanya membangun industri dirgantara di Tanah Air, Habibie harus menghadapi penutupan perusahaan pembuat pesawat di Indonesia. Akan tetapi, pria yang ketika muda akrab disapa Rudy ini mengatakan, ada tiga industri dirgantara yang dibubarkan. "Jepang (industri pesawat bubar) karena perang, Jerman karena perang, dan Indonesia karena krisis. Tragis memang," ujarnya.

Dengan pengalamannya itu, Habibie mengimbau kepada generasi muda untuk terus menuntut ilmu. "Setinggi apa pun ilmu yang didapat di luar negeri, harus kembali ke Indonesia untuk mengabdi kepada negara," ujar Habibie.

Baca juga: Habibie Ungkap Alasan Jadi Profesor Saja tak Cukup untuk Indonesia

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement