REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menyoroti kondisi hukum di Indonesia saat ini masih bermasalah baik di tingkat substansi, struktur, maupun kultur. Karena itu, Ketua Umum PBNU Said Aqil Siroj mendesak pemerintah agar meningkatkan mutu regulasi di Indonesia.
"PBNU mendesak peningkatan mutu regulasi yang dijiwai ruh konstitusi, penuntasan reformasi institusi penegak hukum, dan penegakan hukum yang tegas terutama di tiga bidang yang menyangkut kelangsungan NKRI, yaitu korupsi, terorisme, dan penyalahgunaan narkoba, " kata Said saat menyampaikan refleksi akhir tahun di kantor PBNU, Jalan Kramat Raya, Jakarta, Jumat (30/12).
Said menjelaskan, di tingkat substansi masih banyak produk hukum dan perundang-undangan yang dibuat dengan mengingkari dasar, semangat, dan filosofi bernegara. Akibatnya, banyak produk perundang-undangan yang jauh dari nilai agama, budaya, adat istiadat yang dianut oleh masyarakat Indonesia.
Di tingkat struktur, Indonesia dinilai PBNU belum memiliki institusi penegak hukum yang berwibawa. Hal ini ditandai dengan semakin banyaknya kasus mafia peradilan dan korupsi yang melibatkan aparat penegak hukum sehingga memperlemah efektivitas penegakan hukum.
"Selain itu, rumitnya birokrasi penegakan hukum juga semakin memperjauh masyarakat pencari keadilan untuk mendapat keadilan hukum," tambah dia.
Sedangkan di tingkat budaya, hukum dinilai gagal mendapat tempat dalam kerangka budaya masyarakat karena hukum dibuat berbeda dengan aspirasi rakyat. Akibatnya, tingkat kepatuhan terhadap hukum rendah dan hukum gagal menjadi instrumen tertib sosial karena hukum tidak berdaulat serta tumpul ke atas dan tajam ke bawah.