Senin 26 Dec 2016 16:27 WIB

Petani Tomat di Sukabumi Merugi Akibat Serangan Hama

Rep: Riga Nurul Iman/ Red: Andi Nur Aminah
Seorang petani sayuran memanen tomat di Desa Suntenjaya, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Rabu (24/8). (Mahmud Muhyidin)
Foto: Mahmud Muhyidin
Seorang petani sayuran memanen tomat di Desa Suntenjaya, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Rabu (24/8). (Mahmud Muhyidin)

REPUBLIKA.CO.ID, SUKABUMI -- Taman sayuran tomat di Kabupaten Sukabumi diserang hama phytophthora. Akibatnya, sebagian tanaman tomat tidak tumbuh maksimal dan hasil panen berkurang dibandingkan sebelumnya.

Kasus serangan organisme penganggu tanaman (OPT) pada tomat ini misalnya terjadi di Lembah Halimun, Desa Perbawati, Kecamatan/Kabupaten Sukabumi. "Serangan hama menyebabkan daun dan batang membusuk," terang Mulyadi Wiranata (35 tahun), salah seorang petani sayuran di Lembah Halimun, Senin (26/12).

Menurut dia, akibatnya hasil panen tomat pun tidak maksimal. Serangan hama phytophthora ini sudah coba diatasi petani dengan menggunakan pestisida. Namun Mulyadi mengatakan, penyemprotan obat tersebut tidak efektif karena turun ke bawah akibat diterpa hujan. Saat ini, lanjut dia curah hujan di Sukabumi memang cukup tinggi.

Mulyadi menuturkan, jumlah tanaman tomatnya yang terpengaruh serangan hama sekitar sepuluh persen atau sebanyak 3.500 tanaman. Sementara total jumlah tanaman yang ada di lahannya mencapai 35 ribu tanaman. "Saat ini dari satu tanaman tomat hanya dihasilkan satu kilogram tomat," kata Mulyadi.

Padahal, dalam kondisi normal dari satu pohon dihasilkan seanyak dua kilogram buah tomat. Menurut Mulyadi, saat ini harga tomat di tingkat petani mencapai kisaran Rp 2.500 per kilogram. Harga tersebut sebenarnya belum ideal karena biaya modal untuk satu tanaman sebesar Rp 4.000. Minimal lanjut dia harga tomat bisa seimbang dengan biaya produksi.

Petani lainnya Sudirman (34) mengatakan, petani berharap serangan hama ini bisa segera berakhir. Sehingga petani bisa memanen tomat dengan maksimal.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement