Ahad 23 Aug 2020 14:14 WIB

Harga Tomat Rp 1.000 Perkilogram, Petani Bandung Barat Rugi

Sudah dua bulan, semua jenis sayuran harganya anjlok, termasuk tomat dan cabai

Rep: Muhammad Fauzi Ridwan/ Red: Hiru Muhammad
Pekerja menyortir tomat yang baru dipanen di persawahan desa Danupayan, Bulu, Temanggung, Jawa Tengah, Rabu (29/4/2020). Menurut petani sejak sepekan terakhir harga tomat di tingkat petani turun menjadi Rp4.000 dari harga sebelumnya Rp5.500 akibat panen bersamaan di sejumlah sentra pertanian sayuran.
Foto: ANTARA/Anis Efizudin
Pekerja menyortir tomat yang baru dipanen di persawahan desa Danupayan, Bulu, Temanggung, Jawa Tengah, Rabu (29/4/2020). Menurut petani sejak sepekan terakhir harga tomat di tingkat petani turun menjadi Rp4.000 dari harga sebelumnya Rp5.500 akibat panen bersamaan di sejumlah sentra pertanian sayuran.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG--Sejumlah petani di Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat merugi akibat harga sayuran merosot tajam di tengah kondisi pandemi covid-19. Daya beli masyarakat menjadi menurun sehingga sayuran yang ditanam petani tidak terserap ke pasar.

Saat ini, harga tomat Rp 1.000 perkilogram bahkan mencapai Rp 600 perkilogram sedangkan harga normal Rp 9.000. Sedangkan harga cabai Rp 7 ribu perkilogram dari harga normal Rp 30-40 ribu perkilogram.

"Sudah dua bulan, semua jenis sayuran harganya anjlok, termasuk tomat dan cabe," ujar salah seorang petani asal Desa Cibodas, Kecamatan Lembang, Bandung Barat, Tihar (46) akhir pekan ini.

Ia menjelaskan sayuran yang tidak terserap di pasaran menyebabkan tidak bisa menutupi ongkos produksi yang mencapai Rp 130 juta satu kali panen. Katanya, dana tersebut digunakan untuk menggarap lahan 2 hektar yang ditanami tomat dan cabai.

Dalam kondisi normal, menurutnya sekali panen tomat bisa mencapai 4 kuintal. Tihar mengatakan jika harga tomat di angka Rp 5 ribu maka bisa memperoleh keuntungan mencapai Rp 300 juta satu kali panen. Namun, katanya untuk saat ini belum bisa menutupi ongkos produksi menanam.

Ia mengatakan, penyebab produk tidak terserap di pasaran karena daya beli yang menurun disebabkan pandemi covid-19. Menurutnya, jika kondisi tersebut terus berlangsung dua bulan ke depan maka para petani bisa gulung tikar.

Petani lainnya, Yanyan (47) mengaku membiarkan tomat yang ditanamnya membusuk di kebun. Sebab menurutnya jika dipetik maka ia harus mengeluarkan uang lebih banyak dan belum bisa dipastikan balik modal. "Daripada nombok untuk bayar yang metik, ya sudah dibiarin aja," katanya.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement