Rabu 14 Dec 2016 20:22 WIB

Tangisan Ahok dan Tragisnya Nasib Korban Penggusuran

Rep: Ahmad Islamy Jamil/ Red: Ilham
Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok (tengah).
Foto: Antara/Reno Esnir
Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok (tengah).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mulyadi (43 tahun) tidak akan pernah bisa melupakan kejadian yang menimpanya, September lalu. Pada waktu itu, rumah yang telah menjadi tempat bernaung bagi keluarganya selama berpuluh-puluh tahun, hancur dihantam alat berat yang dikerahkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Selain hunian milik Mulyadi, ada puluhan rumah lainnya di RT 06 RW 12 Kelurahan Bukit Duri, Kecamatan Tebet, Jakarta Selatan, yang juga ikut dibongkar oleh aparat ketika itu. Para warga pun hanya bisa pasrah menyaksikan hunian mereka diratakan dengan tanah.

Tangisan kaum perempuan dan anak-anak balita seakan tak mampu menghentikan ekskavator yang terus menggaruk habis rumah-rumah mereka tanpa ampun. "Ahok mungkin tidak pernah peduli dengan tangisan warga Bukit Duri yang dia gusur itu," ucap Mulyadi kepada Republika.co.id, Rabu (14/12).

Menurut laki-laki itu, Ahok atau Basuki T Purnama sudah memberikan mimpi buruk bagi puluhan keluarga yang dulu mendiami RT 06 RW 12 Bukit Duri. Mantan bupati Belitung Timur itu tidak hanya mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan dalam memperlakukan rakyat kecil di Ibu Kota, tetapi juga meremehkan proses hukum yang sedang berjalan.

Sebagai buktinya, eksekusi terhadap permukiman di Bukit Duri, beberapa bulan lalu, dilakukan Ahok pada saat gugatan kelompok (class action) warga atas kebijakan penggusuran tersebut sedang ditangani oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

"Kemarin, ketika Ahok hadir sebagai terdakwa dalam sidang kasus penodaan agama di PN Jakarta Utara, dia menangis. Saya pikir tangisannya itu hanya air mata buaya. Dia tidak sadar, betapa banyak air mata warga yang tumpah akibat perlakuannya yang sewenang-wenang terhadap rakyat miskin di kota ini," tutur Mulyadi.

Selepas penggusuran Bukit Duri, pria itu mengaku kehidupan keluarganya semakin sulit. Kini, Mulyadi beserta istri dan tiga orang anaknya terpaksa mengontrak kamar berukuran 3x5 meter di sebuah rumah yang berada di kawasan Kampung Melayu, Jakarta Selatan.

Selain dia, ada 19 keluarga eks Bukit Duri lainnya yang juga menyewa kamar di rumah yang sama. Sebagian dari mereka adalah perempuan lanjut usia, anak-anak, dan kaum dhuafa. "Rumah yang kami sewa ini punya 20 kamar. Tapi yang dihuni cuma 19 kamar, yang satunya lagi kami jadikn gudang," ucap Mulyadi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement