Kamis 08 Dec 2016 18:42 WIB

Pakar: Aksi Bela Islam II Jadi Besar karena Dua Faktor

Rep: Halimatus Sa'diyah/ Red: Bayu Hermawan
 Founder Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), Saiful Mujani memberikan pemaparan dalam diskusi yang bertemakan “Protes Sosial dan Legimitasi Kepemimpinan Nasional” yang digelar di Jakarta, Kamis (8/12).
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Founder Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), Saiful Mujani memberikan pemaparan dalam diskusi yang bertemakan “Protes Sosial dan Legimitasi Kepemimpinan Nasional” yang digelar di Jakarta, Kamis (8/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar politik Saiful Mujani menganalisis aksi massa Bela Islam Jilid II yang dilakukan pada 4 November lalu. Ia menyebut bahwa aksi yang diikuti sekitar 3 juta orang tersebut dapat dikategorikan sebagai sebuah protes sosial yang dipicu oleh opini penistaan agama oleh Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

Saiful, yang merujuk pada Tarrow, mengatakan bahwa protes sosial pada 4 November tersebut ditandai dengan tindakan warga yang menentang penguasa secara kolektif dengan tujuan yang sama. Menurutnya, ada dua faktor yang membuat protes sosial secara besar-besaran itu terjadi.

Pertama, kata Saiful, adanya kesempatan politik, dalam hal ini ada persaingan dalam Pilkada DKI Jakarta. Adanya kontestasi dalam Pilkada tersebut menjadikan pintu bagi protes sosial menjadi terbuka.

Kedua, adanya orang yang berkepentingan untuk mobilisasi massa. Saiful menjelaskan, faktor Pilkada saja tidak akan cukup untuk membuat gerakan sosial jika tidak ada organisasi atau orang-orang yang memobilisasi massa. Bagi Saiful, mobilisasi massa tersebut merupakan hal yang terjadi di mana-mana.

"Jangan anggap ini sebuah manifestasi kemarahan begitu saja dari masyarakat yang tidak memberikan legitimasi pada pemerintah," ujarnya, saat memaparkan hasil survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) di Hotel Atlet Century Park, Jakarta, Kamis (8/12).

SMRC sendiri telah melakukan survei yang menunjukkan bahwa bangsa Indonesia tidak sedang mengalami krisis legitimasi pada pemimpin. Hal ini, kata Saiful, tercermin dari data bahwa kepercayaan masyarakat terhadap institusi politik masih tinggi. Ada 85 persen masyarakat Indonesia yang menyatakan percaya pada Presiden Jokowi.

Oleh karenanya, Saiful menyatakan bahwa opini di masyarakat yang mengatakan bahwa protes massa terjadi karena penyampaian aspirasi masyarakat terhambat dan publik tak percaya pada lembaga pemerintah tidak terbukti.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement