REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesian Corruption Watch (ICW) Donal Faridz menyesalkan langkah Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar yang tetap mengusulkan kembali Setya Novanto menjadi Ketua DPR RI menggantikan Ade Komarudin. Donal pun menilai hal tersebut bisa menjadi bom waktu bagi Partai Golkar jika kembali mengusulkan Setnov.
"Ini jadi bom waktu bagi Partai Golkar karena mengabaikan norma hukum dan moraliltas untuk angkat Setnov kembali jadi Ketua DPR," ujar Donal saat dihubungi di Jakarta, Selasa (29/11).
Hal ini memungkinkan, jika nantinya Setnov kembali menjabat Ketua DPR kemudian kembali ia terlibat suatu kasus. Apalagi, nama Setnov juga kerap dikaitkan dengan sejumlah kasus korupsi, terbaru soal kasus e-KTP.
"Karena dari sisi etik, ia juga pernah disanksi etik MKD, sebelum kasus 'papa minta saham', ia juga disanksi etik karena pertemuan Donal Trump, kinerja dia juga tidak memuaskan, lalu dijadikan lagi, ini akan jadi bom waktu, ketika memaksa kembali Setnov," kata dia.
Menurutnya, keputusan untuk mengusulkan Setnov kembali sangat dipaksakan karena mengabaikan sejumlah aspek. Ia menilai, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang kemudian dijadikan dasar peninjauan kembali persidangan etik di Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) tidak relevan karena ditarik ke belakang.
"Tidak bisa berlaku surut dan ditarik ke belakang, MKD juga tidak punya kewenangan untuk melakukan PK karena tidak ada hukum acara disitu," ujarnya.
Menurutnya, perlu diingat bahwa Setnov sendirilah yang mengajukan pengunduran diri dari kursi Ketua DPR pada saat ia terjerat kasus 'Papa Minta Saham' terkait perpanjangan izin PT Freeport .