REPUBLIKA.CO.ID, UNGARAN -- Buruh Kabupaten Semarang tetap ngotot soal Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) 2017. Mereka masih tak sedikitpun berubah dengan tuntutan UMK sebesar Rp 2.174.521. Dengan tuntutan ini, buruh Kabupaten Semarang bersikukuh agar penghitungan upah tak lagi mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) 78 Tahun 2015/tentang Pengupahan.
Ketua DPD Federasi Kesatuan Serikat Pekerja Nasional (FKSPN) Kabupaten Semarang, Sumanta mengatakan, besaran UMK mengacu PP 78 Tahun 2015 hanya akan memberi kenaikan 8,25 persen dari UMK sebelumnya sebesar Rp 1.610.000.
"Sementara berdasarkan kajian UMK yang dilakukan buruh, jika mengacu survei kebutuhan hidup layak (KHL), maka tiap buruh berhak mendapat upah sebesar Rp 2.174.521," jelasnya, Jumat (18/11).
Ia juga mengakui Pencabutan PP 78 Tahun 2015 memang menjadi ranahnya Pemerintah Pusat. Namun buruh punya alasan tersendiri agar Bupati turut berpihak pada kepentingan buruh di daerahnya.
"Maksud kami, bupati sebagai pimpinan pemerintah di Kabupaten Semarang juga ikut mendorong aspirasi buruh di daerahnya kepada pusat," kata Sumanta.
Wakil Bupati Semarang, Ngesti Nugraha, mengatakan penghitungan upah telah dilakukan dengan mengacu ketentuan yang telah ditetapkan pemerintah. Pemerintah daerah, dalam hal ini Pemkab Semarang, tak memiliki kewenangan apapun terkait dengan desakan pencabutan PP 78 Tahun 2015 tersebut.
Sejauh ini, kata dia, besaran usulan UMK Kabupaten Semarang tahun 2017 telah ditetapkan oleh dewan pengupahan melalui pembahasan bersama pengusaha dan perwakilan buruh sebesar Rp 1.743.000.
Di sisi lain buruh meminta kita bisa menaikkan besaran usulan UMK ini dengan mengabaikan ketentuan dan mekanisme penetapan upah. "Maka aspirasi mereka tetap kami tampung untuk disampaikan ke bupati,” lanjutnya.
Ia juga menambahkan, apapun nanti jawaban bupati terkait dengan tuntutan para buruh Kabupaten Semarang ini tentunya harus dihormati. "Karena penetapan besaran UMK yang dilakukan sudah sesuai dengan koridor ketentuan pelaksanaan maupun dasar hukumnya," lanjut Ngesti.
Sebelumnya, awal November lalu, ratusan massa buruh yang tergabung dalam Federasi Kesatuan Serikat Pekerja Nasional (FKSPN) Kabupaten Semarang berunjuk rasa di depan kantor Bupati Semarang. Mereka menuntut besaran UMK Kabupaten Semarang tahun 2017 sebesar Rp 2.175.521.
Massa buruh ini juga mendesak agar PP Nomor 78 Tahun 2015 dicabut. Bahkan jika kedua tuntutan ini tidak dipenuhi, elemen buruh Kabupaten Semarang ini akan turun ke jalan dengan massa yang lebih besar.
Bupati Semarang, H Mundjirin, sudah menegaskan PP Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan tidak mungkin dicabut. PP ini tetap menjadi acuan bagi penetapan upah minimum kabupaten/kota (UMK) 2017.