Selasa 15 Nov 2016 21:49 WIB

Lakpesdam NU: Penegakan Hukum Ahok Berdasarkan Tekanan Publik

 Sejumlah perwakilan dari pihak pelapor mengikuti gelar perkara dugaan kasus penistaan agama di Rupatama Mabes Polri, Jakarta, Selasa (15/11)
Foto: Republika/ Raisan Al Farisi
Sejumlah perwakilan dari pihak pelapor mengikuti gelar perkara dugaan kasus penistaan agama di Rupatama Mabes Polri, Jakarta, Selasa (15/11)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Nahdlatul Ulama (Lakpesdam NU) Rumadi Ahmad menuturkan penegakan hukum terhadap Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok berdasarkan tekanan publik. Menurutnya, penegakan hukum terkait penodaan dan penistaan agama selalu subyektif.

"Dan penegak hukum biasanya mengikuti selera, serta tuntutan dari massa yang mempermasalahkan itu," kata Rumadi di Jakarta, Selasa (15/11).

Rumadi menyebutkan kasus penistaan agama pertama kali terjadi ketika penerbitan buku "Langit Makin Mendung" karya Ki Pandjikusmin. Saat itu, pemerintah menghukum HB Jassin selama dua tahun penjara yang menyembunyikan sosok Ki Pandjikusmin.

Selanjutnya, menurut Rumadi, massa juga mempersoalkan kasus Lia Aminuddin alias Lia Eden yang dianggap menistakan agama. Sama halnya dengan kasus Ahok, kemudian Rumadi mengatakan publik mendesak dan menuntut memproses hukum terhadap petahana Gubernur DKI Jakarta itu.

Rumadi mengungkapkan selama ini Pasal 156 dan Pasal 156 ayat (1) KUHP dan Undang-Undang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama digunakan untuk menjerat pelaku kasus penodaan agama namun belum mengakomodasi unsur penistaan agama.

Sementara Direktur Setara Institute Ismail Hasani menyatakan penistaan agama tidak dikenal dalam pandangan hak azasi manusia (HAM) karena muncul pada agama monoestik. "Konsep HAM itu melindungi manusia dalam kebebasan berpikir dan beragama," ujar Ismail.

Setelah reformasi dikatakan Ismail, beberapa kaum kapital mengeksploitasi dan mempolitisasi agama.

Bahkan, kasus penodaan agama kerap ditunggangi tekanan massa dan politik yang rawan ditunggangi pihak lain.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement